JFK, Indonesia, CIA &
Freeport Sulphur

oleh Lisa Pease



Sejarah memberikan kerangka bagi peristiwa masa kini.
Pahatan di Gedung Arsip Nasional, Washington, D.C.



Dalam bagian pertama artikel ini (Probe, Maret-April, 1996) kami membahas tahun-tahun pertama Freeport sampai pengambilalihan tambang Freeport yang sangat berpotensi di Teluk Moa oleh Kuba, dan juga perselisihan Freeport dengan President Kennedy terkait persoalan penimbunan barang. Namun konflik terbesar yang dihadapi Freeport Sulphur adalah negara yang mempunyai cadangan emas terbesar dan cadangan tembaga ketiga terbesar di dunia: Indonesia. Untuk dapat memahami kerusuhan di fasilitas produksi Freeport (Maret, 1996) kita perlu kembali pada akar persoalannya untuk menunjukkan bagaimana keadaannya akan berbeda seandainya Kennedy tidak terbunuh dan dapat menerapkan rencana-rencananya untuk Indonesia.

Latar belakang Indonesia

Indonesia ditemukan oleh orang Belanda pada akhir tahun 1500-an. Sejak akhir tahun 1500-an, Indonesia didominasi oleh Perusahaan Hindia Belanda Timur, perusahaan swasta, selama hampir 200 tahun. Pada tahun 1798, wewenang atas Indonesia dialihkan kepada Negeri Belanda, yang mempertahankan kekuasaan atas negara terbesar kelima di dunia ini sampai 1941, ketika Jepang masuk pada saat Perang Dunia II. Pada tahun 1945, Jepang ditaklukkan di Indonesia, Achmad Sukarno dan Mohammad Hatta naik menjadi Presiden dan Wakil Presiden Indonesia yang baru merdeka. Namun sebulan setelah proklamasi kemerdekaan Sukarno/Hatta, unit-unit angkatan darat Inggris mulai mendarat di Jakarta untuk membantu mengembalikan kekuasaan penjajah Belanda. Empat tahun pertempuran berlangsung. Pada tahun 1949, Belanda menyerahkan kedaulatan kembali ke Indonesia, dengan perkecualian satu wilayah penting – titik api yang sekarang dikenal sebagai Irian Jaya atau, tergantung dengan siapa Anda bicara, Papua Barat.


Selanjutnya



JFK, Indonesia, CIA &
Freeport Sulphur

by Lisa Pease



What is Past is Prologue.
Inscribed on the National Archives, Washington, D.C.



In Part One of this article (Probe, March-April, 1996) we talked about the early years of Freeport up through the Cuban takeover of their potentially lucrative mine at Moa Bay, as well as their run-in with President Kennedy over the issue of stockpiling. But the biggest conflict that Freeport Sulphur would face was over the country housing the world's single largest gold reserve and third largest copper reserve: Indonesia. To understand the recent (March, 1996) riots at the Freeport plant, we need to go to the roots of this venture to show how things might have been very different had Kennedy lived to implement his plans for Indonesia.

Indonesia Backstory

Indonesia had been discovered by the Dutch at the end of the 1500s. During the early 1600s they were dominated by the Dutch East Indies Company, a private concern, for nearly 200 years. In 1798, authority over Indonesia was transferred to the Netherlands, which retained dominion over this fifth largest country in the world until 1941, at which time the Japanese moved in during the course of World War II. By 1945 Japan was defeated in Indonesia and Achmed Sukarno and Mohammad Hatta rose to become President and Vice President of the newly independent Indonesia. But within a month of the Sukarno/Hatta proclamation of independence, British army units began landing in Jakarta to help the Dutch restore colonial rule. Four years of fighting ensued. In 1949, the Dutch officially ceded sovereignty back to Indonesia, with the exception of one key area - that of a hotspot which is now known as Irian Jaya or, depending on who you talk to, West Papua.


next