atrk
menu utama
ANTISIPASI PEMERINTAH

Pekerjaan rumah menumpuk untuk selamatkan industri lokal

Rizki Caturini | Kamis, 28 April 2011

 

Pekerjaan rumah menumpuk untuk selamatkan industri lokalPada dasarnya, perdagangan bebas menuntut peran pemerintah untuk mendorong perusahaan-perusahaan domestik bertarung di pasar global. Cita-cita akhirnya, perusahaan domestik akan lebih efisien. Dan dalam kompetisi yang makin ketat, industri lokal di harapkan mampu menciptakan produk yang lebih kompetitif.

Artinya, pemerintah harus membuka kesempatan sebesar-besarnya terhadap investasi asing untuk transfer teknologi yang diharapkan bisa membawa metode produksi yang mampu merealisasikan cita-cita itu. Tapi nyatanya kondisi industri lokal saat ini masih belum menuju ke arah itu.

“Tidak ada yang bisa membendung kekuatan ekonomi China yang begitu besar. Negara kita yang belum mau mengerjakan pekerjaan rumahnya dengan sungguh-sungguh,” ujar Sofyan Wanandi Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo).

Saat ini Indonesia pun tidak dalam posisi bisa melakukan re-negosiasi kesepakatan ACFTA yang sudah telanjur ditandatangani. “Indonesia hanya bisa melobi China untuk mau meningkatkan investasinya di Indonesia, agar gap perekonomian kedua negara tidak makin jauh,” tambahnya.

Kunjungan Menteri Perindustrian dan para pengusaha Indonesia ke China pada 20 April 2011 merupakan salah satu agenda lobi yang dilakukan pemerintah. “Dalam pertemuan ini China pun menyatakan komitmennya untuk meningkatkan investasi di Indonesia,” ujar Agus Tjahjana Direktur Jenderal Kerjasama Internasional Kementerian Perindustrian. 

Sejauh ini, pemerintah pun telah menetapkan beberapa langkah antisipasi. Pertama, melakukan pemantauan dini terhadap lonjakan impor dan potensi terjadinya market injury. Lantas, mempercepat penerapan instrumen pengamanan bila terbukti memadai.

Kedua, meningkatkan ketahanan industri nasional. Ketiga, mendorong perluasan pasar domestik dan keempat, memfasilitasi penguasaan teknologi. Kelima, melakukan penguatan struktur pengembangan ke luar jawa dan keenam, mendorong peran industri kecil menengah (IKM).

Dari langkah antisipasi itu, salah satu instrumen pemerintah untuk mengamankan industri lokal adalah dengan penerapan insentif fiskal. Ada beberapa fasilitas insentif yang disiapkan seperti Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP), insentif Pajak Penghasilan (PPh) PP Nomor 62/2008 dan rencana tax holiday.

Kemudian ada insentif bea masuk penanaman modal, Pajak Penghasilan Ditanggung Pemerintah (PPN-DTP), revisi PMK No.241/2010 tentang perubahan tarif bea masuk dan keringanan suku bunga.

Selain itu, kebijakan pengamanan industri seperti bea masuk tindak pengamanan (safeguards), bea keluar PMK 67/2010 dan penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) makin gencar digaungkan dari awal tahun ini. "Tapi sampai sekarang banyak yang belum jalan," ujar Arryanto.

Misalnya untuk BMDPT yang sedianya dibuat untuk mengatasi bahan baku yang belum diproduksi di dalam negeri, pemerintah akan menanggung bea masuk bahan baku yang tinggi.

Sejatinya tahun 2008 peraturan ini sudah diluncurkan. Hanya saja, tingkat realisasinya sangat rendah. Pada tahun pertama peluncurannya, penyerapan insentif ini hanya 3,26%.

Sementara pada 2009 penyerapannya sekitar 9% dan pada 2010 sebesar 22%. Untuk tahun ini PMK belum juga keluar hingga ini. Penyebabnya karena Persetujuan Menteri Keuangan kerap keluar di pertengahan atau akhir tahun.

Sehingga, penyalurannya tidak maksimal. Selain itu, industri yang dapat memanfaatkan insentif ini hanyalah yang berskala besar. Karena industri berskala besar dapat membeli langsung dari importir, sedangkan industri berskala kecil hanya mampu membeli dari pedagang atau trader. "Trader tidak diberikan insentif ini. "Itulah yang juga buat realisasi insentif ini kecil" kata Arryanto.

Kemudian untuk Insentif PPh, kebijakan ini merupakan pemanis bagi para investor asing agar berminat berinvestasi di Indonesia. Saat ini peraturan ini masih menunggu pembahasan di tingkat menteri. Ada 39 bidang usaha tertentu dan 32 bidang usaha tertentu di daerah yang diusulkan mendapat insentif ini.

Sementara, rencana tax holiday sebagai penjabaran PP 94/2010 pasal 29 akan diberikan kepada industri yang pionir dan berskala besar dan menyerap tenaga kerja besar. Saat ini masih dalam tahap pembahasan bidang usaha apa yang mendapatkan insentif ini. Rencananya Juni 2011 kebijakan ini sudah bisa dikeluarkan.

Selanjutnya, insentif bea masuk penanaman modal. Insentif ini hanya akan diberikan kepada industri penanaman modal baru maupun bagi industri yang melakukan perluasan minimal 30%.

Kemudian, PPN-DPT pada 2009 telah diberikan untuk industri minyak goreng, panas bumi dan bahan bakar nabati.

Pada 2011 pemerintah pun alokasi anggaran Rp 500 miliar untuk industri yg akan menurunkan kualitas pencemaran. "Namun sampai sekarang belum ada daftar peralatan dan besaran kebutuhannya dari industri terkait untuk menjalankan proses go green. Sehingga insentif ini pun belum bisa dikeluarkan.

Selain itu insentif PPN-DPT sebesar Rp 200 miliar telah diberikan untuk subsidi minyakita dan minyak curah, eksplorasi minyak dan gas sebear Rp 2 triliun. Selain itu insentif PPN-DPT pun diberikan untuk bahan bakar minyak tertentu dan elpiji 3 kilogram (kg) sebesar Rp 6 tiliun.

Lantas mengenai revisi PMK 241/2010 tentang penetapan sistem klarifikasi barang dan pembebanan tarif bea masuk atas barang impor, awal pekan ini telah disetujui Menteri Keuangan yang tertuang dalam PMK No. 80/2011. Ada Dari 190 tarif yang disetujui, sebanyak 182 tarif yang dikembalikan menjadi 0% dan 8 pos tarif dikembalikan dari 5% menjadi 10%.

Bahkan pemerintah rencananya akan menambah 300 pos tarif lainnya untuk direvisi. Jika disetujui, revisi ini akan menjadi revisi kedelapan dari PMK 010/2006 tentang bea masuk. Fokus pos tarif yang direvisi adalah barang modal dan bahan baku industri yang tidak diproduksi di dalam negeri.

Kemudian mengenai produk yang akan diberlakukan safegauard, harus terjadi penurunan atau injury yang terjadi di industri lokal dalam waktu 3 tahun berturut-turut. Saat ini belum ada produk yang diusulkan untuk diberlakukan safeguard. Sebelumnya, safeguard telah diberlakukan kepada produk keramik, table ware dan paku, mono hybrid.

Selain itu, untuk merangsang berkembangnya industri hilir, pemerintah menuangkan kebijakan dalam PMK 67/2010 yang berisi penetapan bea keluar bagi produk bahan baku yang diproduksi di Indonesia seperti kulit, kayu, CPO, biji kakao dan rotan.  Dengan pembatasan impor tersebut, diharapkan industri hilir bisa bertumbuh.

Untuk masalah pemberlakuan SNI,  langkah ini juga menjadi pisau bermata dua. Alih-alih menahan produk impor, malah menekan industri di dalam negeri terutama yang tidak cukup kuat dalam sisi permodalan, seperti industri berskala kecil dan menengah.

"Untuk menyiasatinya, kita cukup menguji saja secara teknis dengan paramenter yang fundamental saja dengan menumbuhkan balai pengujian SNI," ujar Arryanto.

Pemerintah juga bakal bekerjasama dengan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) untuk menganalisa adanya indikasi dumping, jika memang terbukti. Sebab, dari hasil survei harga barang dari China, dari 190 barang yang diteliti, ada 38 produk yang harga jualnya di Indonesia lebih murah dari harga jual di negaranya.

Salah satu industri yang sudah meminta untuk dilakukan analisa adalah sektor TPT.  Keputusan adanya dumping itu tidak bisa cepat. Butuh tiga tahun hasil data bahwa industri itu mengalami injury. "Sehingga masih sulit menetapkan adanya praktek dumping di Indonesia untuk saat ini," kata Arryanto.

Sofyan berpendapat, langkah kebijakan fiskal itu kurang tepat karena hanya bersifat sementara. Lebih penting bagaimana caranya meningkatkan investasi China di sektor infrastruktur maupun pembangunan pabrik di Indonesia. “Biaya logistik yang tinggi serta ketidakpastian pasokan energi menjadi pekerjaan rumah lainnya yang harus segera diselesaikan pemerintah,” ujarnya. 

Jika sudah begini, tuntutan terhadap komitmen pemerintah untuk serius membenahi industri lokal makin besar. Dengan pekerjaan rumah yang menumpuk dan kondisi industri lokal yang kian terjepit, berapa lama lagi para pengusaha harus menunggu?

 
Revisi Insentif PPh
tabel acfta

untuk memperbesar| Klik di sini

Revisi Bidang Usaha
tabel lipsus acfta

untuk memperbesar| Klik di sini