Sebuah temuan besar seringkali bermula dari hal sederhana dan tak terduga, bisa juga akibat kecewa terhadap suatu hal. Seperti dialami Christopher Farrel Millenio Kusuma, penemu aplikasi KECILIN yang menjadi pemenang favorit Wirausaha Muda Mandiri 2018.
Farrel, boleh dibilang anak muda yang intovert. Ia lebih sering menghabiskan waktu dengan memainkan sejumlah gim kesayangan.
Nah, pada suatu waktu saat hendak libur panjang sekolah, keinginannya memainkan sebuah gim harus kandas karena ukuran gim itu sangat besar, mencapai 16 gigabita. Sementara data internet miliknya sangat sedikit dan perangkat keras penyimpan file miliknya hanya berukuran 5 gigabita.
Dari rasa kecewa dan gemas situ, ia tercetus membuat tools yang bisa memperkecil ukuran namun tidak mengurangi kualitas. “Ide awalnya karena sewaktu mau main gim ternyata ukuran filenya sangat besar, sementara penyimpanan kecil, dari situ terpikir membuat software untuk mengkompresi file, data, dengan tidak mengurangi kualitasnya,” kata Farrel.
Kala itu ia sempat menemukan gim tersebut dalam versi RAR dan ZIP. Namun, hasil kompres tetap terbilang besar. Ia tetap tak bisa menyimpan di perangkat keras miliknya.
Ketimbang mencari software lain, ia justru terpicu mencari informasi. Ternyata, dari hasil riset kecil-kecilan yang ia lakukan, pengembangan terakhir dari software RAR dan ZIP hanya sampai 1999. Tak heran, kemampuan kompresinya terbilang tak berkembang. “Ternyata selama 17 tahun, tidak ada lagi pengembangan baru untuk dua compressor. Algoritma software juga mentok,” kata dia.
Karena belajar tentang machine learning, ia terpikir apakah machine learning yang ia pelajari mampu mengembangkan teknologi kompresor data. Ternyata, setelah proses uji coba, algoritma yang ia temukan pertama kali bisa memperkecil file sampai 20%, lalu dikembangkan lagi terus-menerus hingga bisa memperkecil file dari 16 giga menjadi 17 megabita.
Dari situ, ia memberanikan diri ikut kompetisi sekaligus berharap mendapat banyak masukan untuk mengembangkan software miliknya.
Kesabaran dan ketekunan itu akhirnya berbuah manis ketika Data Compression Using Neural Network and Evolution Genetic for Lossless Data yang diunggahnya ke situs internet menarik perhatian Google. Di Google, kata Fareel, ia mendapat banyak masukan sekaligus menjadi titik balik untuk mengembangkan teknologi kompresi.
“Beberapa ahli dari Google bahkan bilang bahwa kompresi ini suatu temuan yang luar biasa karena sekarang ini orang cenderung menyimpan file dalam bentuk digital, dari situ saya terpacu lagi untuk mengembangkannya,” ucapnya. Kini, file berukuran 40 gigabita, dalam satu menit bisa dikompresi menjadi 4 gigabita saja.
Sejatinya, Kecilin tidak semata sofware untuk mengkompresi file atau data saja. Namun lebih dari itu, ia bermimpi agar Kecilin mampu menjadi jembatan penghubung akses internet ke pelosok negeri. Apalagi akses internet di daerah terpencil masih relatif buruk.
Ia memiliki misi, jika semua akses informasi, seperti gim, atau file lain, dapat dikompresi menjadi lebih kecil, tanpa mengurangi resolusi asli dari file asli, hanya dengan jaringan sinyal 2G atau edge, masyarakat yang berada di daerah terpencil tetap bisa mengakses semua informasi itu.
“Jika Presiden Joko Widodo gencar membangun infrastruktur jalan tol di daerah terpencil, saya ingin membangun tol digitalnya,” ujar anak tunggal pasangan Monovan Sakti Jaya Kusuma dan Hening Budi Prabawati ini.
Ingin mengembangkan Kecilin, ia lebih memilih mundur dari kuliah dan fokus untuk memoles Kecilin. Farrel optimis, platform yang bergerak di bidang edukasi digital, e-commerce hingga platform digital lainnya bisa memanfaatkan teknologi Kecilin untuk memasarkan dan memperluas produknya.
Kini, ia juga tengah mencoba mengembangkan quantum machine learning. Teknologinya tidak dikembangkan menggunakan sistem komputasi biasa, tetapi komputasi kuantum. Nanti teknologi kompresinya akan lebih cepat dan lebih kecil sehingga saat mentransfer file tidak lagi perlu kuota.
Karena itu, ia mengajak generasi muda Indonesia untuk bisa terus berinovasi karena sejatinya, anak muda Indonesia bisa asalkan diberi ekosistem yang tepat, dukungan tepat, dan tidak direpotkan regulasi. Ia membandingkan, suasana ekositem di Silicon Valley, seperti yang pernah ia alami, benar-benar mendorong anak muda, untuk berinovasi melahirkan temuan baru yang bermanfaat bagi lingkungan sekitar.
Apa yang ia capai, kata Farrel, hanya bagian kecil saja, namun ia ingin menunjukkan kepada dunia bahwa anak muda Indonesia bisa, mampu melakukan apa pun, menciptakan inovasi. Karena itu, jangan pernah ragu untuk terus mencoba, mencari solusi bagi persoalan di sekitar, juga jalankan sepenuh hati dengan komitmen tinggi.
“Berikan yang terbaik. Do your best and let God do the rest,” kata Farrel.
Agar mampu menciptakan inovasi, jangan pantang menyerah. Menyerah bukanlah solusi dan menyerah adalah kesalahan dalam hidup. Karenanya, dalam kamus hidup Farrel tidak ada kata menyerah. Kata dia, Thomas Alva Edison 1.000 kali gagal, maka kegagalan dia hingga 11 kali dalam proses merancang Kecilin, dinilainya hal biasa dan jadi pemicu untuk terus menyempurnakan Kecilin.