Cermati terus babak baru perang dagang dunia

Eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China perlu menjadi perhatian khusus. AS dan China memiliki pengaruh besar terhadap ekonomi Indonesia lantaran keduanya merupakan mitra dagang utama Indonesia.

Perundingan perdagangan AS-China yang sempat menegang di Juni 2018, memang mulai mengendur seirama pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping di Argentina. Tapi, itu baru sebatas sinyal, belum keputusan bulat yang mengikat.

Alhasil, kelanjutan perang dagang masih patut dicermati karena berdampak bagi Indonesia. Setidaknya, ada dua hal yang masih perlu diwaspadai. Pertama, tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Ketegangan perdagangan kedua negara tersebut menyeret nilai tukar rupiah hingga ke level Rp 14.400 per dollar AS berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) pada akhir Juni 2018.

Kedua, pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Kebijakan perdagangan AS-China yang lebih protektif, bisa mempengaruhi pertumbuhan ekonomi kedua negara tersebut. Pada akhirnya, ekonomi negara-negara Asia, termasuk Indonesia, juga berisiko. Terlebih, nilai perdagangan Indonesia dengan AS maupun China cukup besar, masing-masing mencapai US$ 25,9 miliar dan US$ 58,82 miliar.

Project Consultant Asian Development Bank Institute Eric Sugandi memperkirakan, pertumbuhan ekonomi China tahun depan masih seret karena kelanjutan perang dagang dengan AS. Hal ini bakal mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun depan. "Kami perkirakan, pertumbuhan 2019 sekitar 5%-5,2%," kata Eric.

Ekonom Universitas Indonesia Ari Kuncoro juga melihat, kinerja ekspor dalam negeri masih berat akibat efek perang dagang AS-China. Apalagi, eskalasi perang dagang juga akan berdampak pada sikap investor global yang memilih memindahkan dananya dari emerging market, termasuk Indonesia. Akibatnya, rupiah tahun depan bisa melemah lagi, selain tekanan kenaikan bunga acuan The Fed.