Yield yang lebih tinggi menjadi daya tarik pasar obligasi

Tak cuma pasar saham, pasar surat utang tahun depan pun masih berpotensi menghasilkan return gemilang. Suku bunga yang sudah terkerek sejak tahun ini akan menyebabkan yield surat utang menjadi lebih tinggi pada tahun depan.

Direktur Panin Asset Management, Rudiyanto menilai, instrumen berbasis obligasi seperti reksadana pendapatan tetap memiliki peluang kinerja yang positif di tahun depan sehingga bisa menjadi pilihan bagi investor. Instrumen ini pada dasarnya memiliki sentimen yang lebih minim ketimbang saham.

Selama nilai tukar rupiah stabil dan penurunan agresivitas kenaikan suku bunga acuan terealisasi, kinerja obligasi akan membaik. “Beda dengan saham yang bisa terpapar sentimen laporan keuangan emiten,” kata Rudiyanto.

Direktur Utama Sucorinvest Asset Management, Jemmy Paul Wawointana memandang instrumen berbasis obligasi juga bisa menjadi pilihan bagi para investor di tahun depan. Sebab, intensitas kenaikan suku bunga acuan diprediksi akan berkurang. Dengan begitu, harga Surat Utang Negara (SUN) kembali terangkat. “Semester kedua bisa menjadi waktu yang tepat untuk masuk ke pasar obligasi karena tekanan suku bunga sudah berkurang,” kata dia.

Tahun ini, Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan total 175 basis point menjadi 6%. Alhasil, yield SUN ikut mumbul bersama dengan bunga acuan. Imbal hasil SUN seri FR0064 bertenor 10 tahun naik dari 6,47% di akhir 2017 menjadi 8,1% pada Senin (17/12).

SUN bertenor 20 tahun seri FR0050 pun mencetak kenaikan imbal hasil. Kamis (13/12), yield SUN seri ini berada di 8,60%, sudah naik dari 7,33% pada akhir 2017.

Jemmy juga merekomendasikan Surat Berharga Negara (SBN) ritel bagi para investor di tahun depan. Ini didukung oleh potensi imbal hasil yang menarik ditambah frekuensi penerbitannya yang diprediksi lebih sering di 2019 nanti.

Katarina Setiawan, Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia juga berpendapat bahwa obligasi dan pasar uang dapat menjadi pilihan alternatif bagi para investor di tahun depan. Utamanya bagi investor yang cenderung konservatif dan masih ingin menunggu kepastian agenda politik. Setelah pemilu usai, investor seperti ini sudah bisa mencoba kembali instrumen yang lebih berisiko seperti saham.

Berapa pasokan obligasi tahun depan?

Kementerian Keuangan akan menerbitkan Surat Berharga Negara (SBN) Rp 826 triliun untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan APBN 2019. Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan Risiko Kementerian Keuangan Loto Srinita Ginting mengatakan, penerbitan SBN rupiah mencapai Rp 661 triliun, sedangkan valuta asing sebesar Rp 165 triliun.

Kementerian Keuangan akan menggunakan Rp 382,74 triliun penerbitan untuk menutup surat utang yang jatuh tempo pada 2019.

Tak cuma obligasi pemerintah, pasokan obligasi korporasi tahun depan pun masih ramai. Meski suku bunga tinggi, penerbitan obligasi masih menjadi pilihan pendanaan emiten. Setidaknya untuk menutup surat utang jatuh tempo.

Berdasarkan data Kustodian Sentral Efek Indonesia, obligasi korporasi jatuh tempo tahun depan mencapai Rp 79,67 triliun. Medium term notes yang akan jatuh tempo pada tahun depan mencapai Rp 16,01 triliun. Ini belum termasuk sukuk korporasi jatuh tempo dan kelanjutkan penawan umum berkelanjutan sejumlah emiten yang dimulai tahun ini serta rencana baru penerbitan untuk kebutuhan ekspansi emiten.

Dengan yield yang lebih tinggi daripada tahun ini, permintaan obligasi tahun depan pun diramal naik. "SUN masih akan dibeli untuk memenuhi kebutuhan sesuai POJK pada instrumen SBN sebesar 30%," kata Maryoso Sumaryono, Ketua Bersama Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) pada Juamt (14/12).

Dengan pasokan ini, investor bisa bersiap masuk pasar surat utang, baik itu lewat obligasi pemerintah maupun surat utang korporasi.