Manufaktur semakin tergencet

Manufaktur semakin tergencet

JAKARTA. Industri manufaktur tahun depan tampaknya tidak akan tumbuh signifikan. Data Kementerian Perindustrian menunjukkan, industri manufaktur hanya akan tumbuh 6%-7% atau sama seperti tahun ini yang tumbuh sekitar 6,5%-7%. Penyebabnya, tarif tenaga listrik (TTL) dan kenaikan upah buruh bakal bengkak tahun 2014.  

Franky Sibarani, Ketua Forum Komunikasi Asosiasi Nasional mengatakan, kenaikan TTL sebesar 38,9% untuk Industri Golongan III dan 64,7% untuk Industri Golongan IV mulai Januari nanti sangat mengkhawatirkan pengusaha. "Kami belum sanggup menghadapi kenaikan TDL. Sebab, sebelumnya secara bertubi-tubi, kalangan industri nasional harus menghadapi kenaikan upah, bahan bakar minyak, serta kenaikan harga gas," kata dia.

Franky mengatakan, dampak terparah kebijakan pemerintah ini tentunya berimbas pada industri padat karya, seperti makanan dan minuman, kosmetik, tekstil, elektronik, dan lain-lain. Alhasil, cara jitu untuk menyiasati beban operasional yang tinggi ialah dengan menaikkan harga jual produk.

Kalangan industri bakal semakin terjepit apabila di pasar domestik justru dibanjiri produk impor. Sehingga, produk lokal sulit bersaing karena beban operasional yang begitu tinggi. "Ini pun akan berdampak pada pengurangan kapasitas produksi tenaga kerja," ujar Franky.

Problem terjerat impor dialami industri kabel. Noval Jamalullail, Ketua Umum Asosiasi Pabrik Kabel Indonesia (Apkabel) melihat, persoalan utama industri kabel adalah pasokan bahan baku pembuatan kabel berupa logam tembaga dan aluminium terbatas.

Alhasil, sekarang ini, sebagian besar masih mengandalkan pasokan impor. Saat itu, kebutuhan logam tembaga mencapai 350.000 ton per tahun, lebih dari 50% di antaranya diperoleh lewat impor.

Asal tahu saja, kebutuhan aluminium mencapai 200.000 ton per tahun, sekitar 10% didapat dari PT Indonesia Asaham Aluminium (Inalum). Sisanya impor. "Bea masuk produk impor sekitar 10% hingga 50% masih menjadi persoalan utama bagi kami di tahun depan," kata Noval.

Selain soal biaya energi dan sulitnya memperoleh bahan baku di dalam negeri, upah buruh tahun depan juga menghantui industri manufaktur.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Persepatuan Indonesia (Asprisindo) Binsar Marpaung mengatakan, pelaku industri alas kaki belum sepenuhnya bisa mengatasi kenaikan upah buruh yang terjadi sejak tahun lalu. Sehingga, jika tahun depan upah buruh kembali naik, dampaknya akan sangat besar terhadap industri.

Binsar memperkirakan, ekspor alas kaki nasional pada tahun 2014 bakal merosot lebih dari 25% jika upah buruh kembali naik. Pasalnya, kenaikan upah buruh membuat prinsipal alas kaki dari luar negeri mengalihkan ordernya ke negara lain. "Biaya produksi yang besar akan berpengaruh kepada kenaikan harga," kata Binsar, akhir pekan lalu.

Sebagai gambaran, tahun ini, ekspor alas kaki diperkirakan mencapai US$ 3,8 miliar - US$ 4 miliar. Artinya, setidaknya ekspor alas kaki tahun depan hanya akan mencapai US$ 2,85 miliar - US$ 3 miliar.

Upah Buruh Tahun Depan Naik (Rp per bulan)

Daerah UMP 2013 UMP 2014 Kenaikan(%)
     
       
Kalimantan Tengah 1.553.127 1.723.970,00 9,91
KalimantanBarat   1.060.000 1.380.000,00  23,19
JAMBI    1.300.000 1.502.300,00 13,47
Sulawesi Tenggara    1.125.207 1.400.000,00 19,63
Sumatra Barat  1.350.000  1.490.000,00  9,40
Bangka    1.265.000 1.640.000,00 22,87
Papua   1.710.000  1.900.000,00 10,00
Bengkulu    930.000.00 1.350.000,00 31,11
Nusa Tenggara Barat    1.100.000 1.210.000,00 9,09
Banten    1.170.000 1.325.000,00 11,70
Kalimantan Selatan    1.337.500 1.620.000,00 17,44
DKI Jakarta    2.200.000 2.441.301,74 9,88
Kepulauan Riau    1.365.087 1.665.000 18,01
Sumatra Utara    1.375.000 1.505.850 8,69
Kalimantan Timur    1.752.073 1.886.315 7,12
Riau    1.400.000 1.700.000 17,65
Aceh    1.550.000 1.750.000 11,43
Sulawesi Tengah    995.000.00 1.250.000 20,40
Maluku    1.275.000 1.415.000 9,89
Sumatra Selatan   1.630.000 1.825.000  10,68
Gorontalo    1.175.000 1.325.000 11,32
Sulawesi Selatan    1.440.000 1.800.000 20,00
Papua Barat   1.720.000  1.870.000 8,02
Sulawesi Utara    1.550.000 1.900.000 18,42
Nusa Tenggara Timur 1.010.000  1.150.000 13,86
Sulawesi Barat 1.165.000   1.400.000 16,79
Sumber: Kemnakertrans    

 

Kosmetik tumbuh 15%

Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri dan Keramik Indonesia (Asaki) Elisa Sinaga mengatakan, tahun depan, industri keramik dihantui kenaikan harga jual produk lantaran kenaikan beban produksi, seperti upah buruh dan biaya energi alias tarif listrik yang naik.

Nilai tukar rupiah yang melemah juga mendorong peningkatan beban industri ini. "Masih ada beberapa komponen bahan baku yang diimpor," jelasnya.

Untuk itu, tahun depan, harga keramik kemungkinan akan naik 10%. Meski permintaan kosmetik nasional tahun ini sedikit lesu karena terimbas penurunan daya beli masyarakat, tapi pebisnis kosmetik masih yakin pasar kosmetik nasional masih berpotensi tumbuh. Pelaku industri optimistik pasar kosmetik nasional pada 2014 tumbuh 15%.

Presiden Persatuan Perusahaan Kosmetika Indonesia (Perkosmi) Nuning S. Barwa mengungkapkan, tahun ini pasar kosmetik nasional akan mencapai Rp 9,76 triliun. Dengan asumsi ini, artinya pada 2014 setidaknya pasar kosmetik nasional akan mencapai Rp 11,22 triliun. "Pasar kosmetik masih potensial tumbuh," ujarnya.

Salah satu pendorong kenaikan pasar kosmetik nasional adalah pertumbuhan masyarakat kelas menengah, sehingga permintaan kosmetik dari segmen ini turut terdongkrak.  Makanya, Nuning bilang produsen kosmetik nasional kini makin serius menggarap pasar di segmen ini. Pasalnya, "Kendati nilainya tidak sebesar pasar kosmetik kelas atas, tapi secara volume jumlahnya sangat besar," katanya.

Direktur Utama PT Mustika Ratu Tbk, Putri Kusuma Wardhani menyampaikan, produsen kosmetik asing kini mulai melirik potensi masyarakat kelas menengah di Indonesia.

Karenanya, "Saat ini, produsen kosmetik asing mulai memasarkan produk yang menyasar kelas menengah. Padahal, dulu produsen asing hanya membidik konsumen kelas atas," katanya.

Tarif Dasar Listrik Golongan Bisnis dan Industri Tahun 2013

Golongan Tarif Batas Daya Tarif Reguler
    Biaya Pemakaian (Rp/kVA/bulan) 1 Jan-31 Mar 2013 1 Apr-30 Jun 2013 1 Jul-30 Sept 2013 1 Okt-31 Des 2013
 
GOLONGAN TARIF BISNIS
 
B-1/TR 1300 VA   835 876 920 966
B-1/TR 2200 VA-5500 VA   950 998 1048 1100
B-2/TR 6600 VA-200kVA Blok I :0-60 jam nyala 1035 1245 1310 1352
    Blok II: diatas 60 jam nyala 1380 1380 1380  
B-3/TM di atas 200kVA Blok WBP= K x 880 925 975 1020
    Blok LWBP = 880 925 975 1020
    kVArh= 963 * 1013 * 1067 * 1117 *
 
GOLONGAN TARIF INDUSTRI
 
1-1/TR 1300 VA   803 843 886 930
1-1/TR 2200 VA   830 871 915 960
1-1/TR 3500 VA-14kVA   961 1009 1059 1112
1-2/TR di atas 14kVA-200kVA Blok WBP= K x 840 882 926 972
    Blok LWBP= 840 882 926 972
    kVArh = 914 * 959 * 1007 * 1057 *
1-3/TM di atas 200 kVA Blok WBP= K x 704 728 765 803
    Blok LWBP= 704 728 765 803
    kVArh = 757 * 783 * 823 * 864 *
1-4/TT 30000 kVA ke atas Blok WBP= 629 654 689 723
    Blok LWBP/kVarh 629 * 654 * 689 * 723 *

Keterangan :
* Pada golongan tarif bisnis dan industri: Biaya kelebihan pemakaian daya reaktif (kVArh) dikenakan dalam hal faktor daya rata-rata setiap bulan kurang 0,85.
Sumber : PLN

 

merah biru hijau