Butuh kepastian demi memanaskan gairah industri migas
- Publish: 10 February 2014
- Oleh : Agustinus Beo Da Costa
- Di lihat :11710 kali
JAKARTA. Tahun politik nanti tampaknya tidak bakal membawa banyak pengaruh besar bagi industri minyak dan gas bumi (migas) domestik. Maklum, industri ini punya karakter bisnis jangka panjang. Meski begitu, kalangan pebisnis migas melihat ada yang perlu menjadi perhatian bidang ini tahun depan.
Ketua Umum Indonesian Petroleum Association (IPA) Loekman Mahfoedz mengatakan, era easy oil atau mudah mendapatkan minyak sudah usai. Saat ini dan tahun depan, pebisnis migas bakal lebih sulit mendapatkan sumber migas yang lebih banyak ada di laut dalam (deep water). Selain itu, kandungan air di lapangan migas yang beroperasi sudah mencapai 80% sampai 90%.
Meski begitu, masih ada peluang untuk mendapatkan potensi energi lain, seperti shale oil and gas. Sayang, potensi energi ini belum banyak digarap di Indonesia.
Ini menjadi perhatian di tengah kebutuhan energi global yang saat ini sebesar 8,3 juta barel per hari bakal meroket tiga kali lipat di tahun 2020 nanti. Untuk memenuhi kebutuhan ini jelas butuh dana besar. "Diperlukan investasi hingga US$ 28 miliar per tahun," kata Loekman.
Supaya bisa terlaksana, Loekman melihat ada empat hal yang menjadi perhatian bidang ini. Pertama, pemberian insentif eksplorasi migas. Maklum, saat ini banyak lapangan eksplorasi yang berada di kawasan Indonesia Timur terletak di laut dalam. Sudah pasti, risiko bisnisnya sangat tinggi.
Dalam tiga tahun terakhir, dari sekitar 19 perusahaan sampai 20 perusahaan yang eksplorasi, sekitar 12 perusahaan gagal menemukan cadangan migas (dry hole). Adapun investasi yang sudah dikeluarkan total puluhan perusahaan ini mencapai US$ 1,9 miliar.
Selain insentif, perlu juga ada kepastian hukum kontrak yang sudah ditandatangani. Investor baru bisa melakukan perhitungan secara komersial jika sudah ada kepastian hukum terkait kontrak.
Wakil Ketua IPA Sammy Hamzah mengatakan, dengan menyelesaikan masalah yang menumpuk dari tahun -sebelumnya seperti cost recovery yang tertunda, cabotage, masalah perpajakan khususnya pajak bumi bangunan (PBB), pengaturan baru mengenai alih daya, baik langsung dan tidak langsung yang berdampak pada operasional kontraktor, pemerintah sebenarnya sudah memberikan insentif bagi pelaku industri. "Menyelesaikan pelbagai permasalahan yang tertunda merupakan insentif tersendiri bagi kami," jelas Sammy.
Kedua, kata Loekman, terkait penerapan prinsip 3 K, yaitu kejelasan, konsistensi, dan kepastian dalam peraturan dan ketentuan terkait industri migas. Contoh, dalam lima tahun mendatang, ada sekitar 20 kontrak bagi hasil yang akan habis masa kontraknya.
Ada sekitar 20 kontrak pemerintah swasta (KPS) yang akan berakhir masa kontrak dan ini setara dengan 30% dari total produksi migas nasional saat ini. Sedangkan dalam waktu 10 tahun ke depan, ada beberapa KPS yang total produksinya bisa setara 60% dari produksi migas Indonesia saat ini.
Karena itu, pemerintah perlu untuk membuat kebijakan yang akurat, jelas, dan tegas tentang kapan waktunya kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) bisa memasukkan permohonan atau aplikasi perpanjangan kontrak dan kapan pastinya pemerintah mengeluarkan keputusan apakah kontrak diperpanjang atau tidak diperpanjang.
Ketiga, soal penyederhanaan birokrasi. Selama ini, kata Loekman, masalah pembebasan lahan dan proses perizinan menjadi kendala dalam industri migas. IPA mengharapkan agar proses perizinan bisa lebih dipersingkat, birokrasi lebih lancar. Sekitar 69 perizinan terkait industri migas sebaiknya ditangani dan dikeluarkan oleh satu atap.
Keempat, percepatan pengembangan proyek migas. Situasi terakhir di Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dengan tidak boleh membuat persetujuan terhadap proyek pengembangan lapangan migas membuat industri ini ikut melambat.
Bila seluruh jajaran pembuat kebijakan berkomitmen untuk meningkatkan produksi minyak bumi nasional, pelbagai kendala investasi migas harusnya bisa terpangkas.
Investasi Industri Hulu Migas (US$ juta)
Tahun | Produksi | Pengembangan | Eksplorasi | Total |
2013* | 9.000,97 | 3.267,23 | 2.257,77 | 14.525,97 |
2012 | 11.474,69 | 3.563,31 | 2.985,41 | 18.023,41 |
2011 | 9.891,17 | 3.380,35 | 3.065,11 | 16.336,63 |
2010 | 7.664,92 | 2.709,46 | 2.317,35 | 12.691,73 |
2009 | 6.895,98 | 2.880,92 | 1.567,81 | 11.344,71 |
*Status September 2013 |
Investasi Industri Hilir Migas (US$ juta)
Tahun | Pengolahan | Pengangkutan | Penyimpanan | Niaga | Bahan Bakar Nabati | Pertamina (Hilir) | Total |
2013* | 33,97 | 48,09 | 16,81 | 20,83 | 0 | 392 | 511,7 |
2012 | 296,13 | 195,58 | 297,11 | 167,61 | 0 | 651,93 | 1.608,36 |
2011 | 598,88 | 545,9 | 394,3 | 11,41 | 0 | 831,56 | 2.382,05 |
2010 | 118,49 | 42,71 | 190,76 | 27,69 | 0 | 592,45 | 972,1 |
2009 | 94,55 | 412,76 | 24,8 | 2,49 | 110,7 | 764,96 | 1.410,26 |
* Status Agustus 2013 | Sumber : ESDM |