Bilik Suara Tentukan Arah Bursa
- Publish: 30 December 2013
- Oleh : Yuwono Triatmodjo
- Di lihat :5817 kali
JAKARTA. Hanya dalam hitungan hari, tahun 2013 akan tinggal masa lalu. Bisa dibilang, tahun ini merupakan masa suram bagi pasar saham dan pasar keuangan. Bahkan, sejak awal tahun hingga 24 Desember 2013, posisi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) minus 2,64%.
Tahun depan, naga-naganya tekanan di pasar saham belum akan kendur. Malah, semakin berat. Faktor dari luar, spekulasi penghentian total stimulus moneter (tapering off) Amerika Serikat (AS) masih akan menjadi momok bursa kita.
Yang terang, Bank Sentral AS, The Federal Reserve (The Fed), memutuskan akan memangkas stimulus senilai US$ 10 miliar mulai Januari 2014. Alibatnya, gelontoran likuiditas dari Negeri Uwak Sam itu akan berkurang dari US$ 85 miliar menjadi US$ 75 miliar per bulan.
Tahun ini, spekulasi pasar soal penghentian stimulus AS yang berhembus kencang sejak medio 2013, sukses membuat IHSG terjungkal. Padahal, pada 20 Mei 2013, IHSG sempat mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah di level 5.214,98. Selasa lalu (24/12), posisi IHSG di 4.202,83 atau terhempas 19,4% dari rekor tertingginya tahun ini.
Nah, setelah menggunting stimulus mulai Januari 2014, Norico Gaman, Kepala Riset BNI Securities memperkirakan, The Fed benar-benar menghentikan stimulus pada pertengahan 2014 jika pertumbuhan ekonomi AS mencapai 3%, inflasi 2% dan tingkat pengangguran 6,5%.
Keputusan The Fed ini berpeluang memangkas IHSG sampai kontet. Sebab, dana asing yang selama ini menopang transaksi saham, akan keluar dari bursa. "Ini seperti yang terjadi semester II-2013," ujar David Sutyanto, Analis First Asia Capital. David memperkirakan, investor asing akan kembali masuk ke pasar modal Indonesia semester II 2014.
Secara historis naik
Dari dalam negeri, banyak faktor yang akan mempengaruhi arah bursa di tahun depan. Ambil contoh, pemilihan umum (pemilu), suku bunga acuan (BI rate), inflasi, kurs rupiah, defisit transaksi berjalan, dan juga perubahan fraksi harga.
Tjandra Lienandjaja, Deputi Kepala Riset Mandiri Sekuritas menuturkan, secara historis, pergerakan IHSG sebelum dan sesudah pemilu biasanya berbeda cukup signifikan. Ini terlihat dari pergerakan IHSG di tahun 2004 dan 2009.
Di periode itu, IHSG bergerak kalem di bulan-bulan sebelum pelaksanaan pemilu, karena investor cenderung wait and see. Tapi, jika presiden terpilih sesuai ekspektasi pasar, IHSG langsung bergerak anomali. "Di 2004 dan 2009, IHSG mengalami euforia setelah presiden baru terpilih," kata Tjandra.
Sebagai perbandingan, pada 2004, IHSG melesat 44,56%. Sepanjang tahun 2009, IHSG melompat 86,98%.
Tjandra memperkirakan, IHSG akan bergerak ke level 4.800 sebelum pelaksanaan pemilu yang akan berlangsung April 2014. Cuma, Tjandra belum bisa memproyeksikan IHSG setelah April 2014 karena akan tergantung hasil pemilu.
Faktor pemilu memang bukan satu-satunya penentu arah IHSG di tahun depan. Investor juga melihat sentimen yang menyelimuti kondisi perekonomian domestik.
Budi Hikmat, Kepala Ekonom Bahana TCW Investment Management menyatakan, arah kebijakan Bank Indonesia (BI) dalam menentukan suku bunga acuan alias BI rate juga mempengaruhi pasar saham tahun depan. Ia memprediksikan, BI rate bakal naik 50 basis poin lagi menjadi 8% di 2014. Sebab, Indonesia masih perlu menurunkan defisit neraca transaksi berjalan lagi.
Kian tingginya BI rate akan membawa efek samping ke pasar saham. "Saya khawatir, likuiditas semakin ketat sehingga terjadi perebutan dana masyarakat," kata Budi.
Para analis bersepakat, faktor-faktor yang akan menggerus IHSG tersebut hanya akan terjadi pada semester I-2014. Pada semester II, IHSG akan bangkit lagi.
Agus B Yanuar, Presiden Direktur Samuel Asset Management, menyatakan, dengan memperhitungkan sejumlah faktor tersebut, IHSG akan naik 20%-30% dari proyeksi akhir 2013 yang sebesar 4.300. Dia memperkirakan, IHSG akan bertengger di level 5.000 pada tahun depan.
Supriyadi, Kepala Riset OSO Securities berpendapat, jika hasil Pemilu 2014 nanti, terpilih presiden yang disukai pasar, IHSG akan bullish. Ia memprediksi, IHSG bisa melaju ke level 5.400 yang mencerminkan rasio harga berbanding laba bersih per saham alias price earning ratio (PER) sebesar 18 kali.
Sementara, Arief menduga, IHSG akan mendaki ke 5.289 di 2014, bila hasil pemilu memuaskan selera pasar. Proyeksi IHSG tersebut merefleksikan PER sebesar 15,7 kali.
Hanya saja, Satrio Utomo, Kepala Riset Universal Broker Indonesia mengingatkan, perubahan fraksi harga yang mulai berlaku awal tahun depan bisa saja membuat pergerakan harga saham menjadi lamban. Ujung-ujungnya para spekulan akan meninggalkan bursa.
Toh, Satrio yakin, IHSG bisa mencetak rekor lagi tahun depan. Jika resistance kuat di level 5.050 tertembus, IHSG berpotensi melaju ke 5.650. Semoga prediksi ini benar.