Coblos Saham Pilihan di Pemilu

Coblos Saham Pilihan di Pemilu

JAKARTA. Tahun depan, suhu politik bakal memanas. Maklum, tahun depan menjadi ajang persaingan politik berebut kursi legislatif dan juga kursi presiden.

Buntut kompetisi politik itu bakal berdampak pula ke kinerja saham di Bursa Efek Indonesia. Karena itu, di tahun depan, para pelaku pasar harus pintar-pintar memilih saham agar tetap bisa mengail untung. Para analis pun menjadikan Pemilu 2014 sebagai faktor utama menakar prospek saham di tahun depan

Tjandra Lienandjaja, Deputi Kepala Riset Mandiri Sekuritas mengatakan, pelaksanaan pemilu memang menghadirkan ketidakpastian bagi investor. Tapi di sisi lain, pemilu juga bisa mendatangkan berkah bagi beberapa saham.

Pertama, saham emiten sektor barang konsumsi. Sebab, sirkulasi dana politik selama masa kampanye banyak mengucur ke sektor konsumsi ini. "Banyak politisi memberi bantuan logistik yang tentunya menguntungkan kinerja emiten sektor ini," ujar Tjandra. Prospek saham emiten sektor ini pun bakal menarik. 

Supriyadi, Kepala Riset OSO Securities menambahkan, saham emiten sektor barang konsumsi umumnya termasuk saham yang tahan goncangan sentimen negatif. Dus, ketika ada ketidakpastian pasar, saham emiten sektor konsumsi bisa memberi gain.

 Ambil contoh di tahun ini, saham-saham sektor barang konsumsi memberikan gain hingga 12,56% secara year to date hingga 24 Desember 2013. Padahal di periode sama, posisi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat minus 2,64%.

Bahkan secara historis, kinerja saham emiten sektor barang konsumsi terlihat moncer ketika ada hajatan pemilu. Pada 2009, misalnya, 10 saham pencetak return tertinggi di indeks LQ45, paling banyak saham emiten sektor konsumsi. Diantaranya, PT Gudang Garam Tbk (GGRM), INDF dan PT Kalbe Farma Tbk (KLBF). Begitu juga dalam setahun belakangan ini, saham emiten barang konsumsi juga menghasilkan imbal hasil yang cukup moncer (lihat infografik).

Supriyadi menjagokan sejumlah saham emiten sektor konsumsi, di antaranya saham PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), dan saham PT Tiga Pilar Sejahtera Tbk (AISA).

Rowena Suryobroto, Kepala Riset dan Analis Asia Financial Network (AFN) merekomendasikan saham AISA dan PT Siantar Top Tbk (STTP). Alasannya, pertumbuhan pendapatan dan laba bersih kedua emiten ini termasuk paling konsisten.

Ia juga menyebut, saham emiten rokok yang masuk dalam sektor barang konsumsi juga menarik untuk dilirik. Misal, saham PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM). Dia menghitung, rasio price to book value (PBV) WIIM masih rendah yakni sebesar 1,9 kali, lebih rendah dibanding perusahaan rokok yang lain.

Saham lain yang memikat, menurut hitungan Rowena, adalah saham PT Wilmar Cahaya Indo Tbk (CEKA). Produsen minyak goreng merek Sania ini memiliki pertumbuhan pendapatan dan laba yang bagus. PBV CEKA juga di bawah 1 kali.

Pilihan kedua, sektor saham yang akan terimbas positif dari pemilu adalah emiten media. Andy Ferdinand, Kepala Riset Batavia Prosperindo Sekuritas menilai, emiten  saham media berpotensi mendapat berkah tambahan dari iklan partai politik.

Maklum, saat pemilu, belanja iklan bakal melimpah ruah. Alhasil, saham-saham emiten media seperti PT Surya Citra Media Tbk (SCMA), PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN), dan PT Global Mediacom Tbk (BMTR), layak dicermati.

Pilihan ketiga adalah saham emiten telekomunikasi. Emiten saham halo-halo juga bakal tersengat sentimen positif pelaksanaan pemilu.

Budi Hikmat, Kepala Ekonom Bahana TCW Investment Management, menilai, perhelatan pemilu berpeluang menaikkan frekuensi jumlah panggilan, pesan singkat maupun layanan data. Tak heran,   kantong PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) dan PT XL Axiata Tbk (EXCL) serta PT Indosat Tbk (ISAT),  berpeluang makin tebal sepanjang perhelatan pemilu. 

Komoditas bangkit

Di luar faktor musiman perhelatan pemilu, saham emiten pertambangan dan perkebunan juga layak dilirik. Sebab, saham dua sektor tersebut akan menguat lagi. "Kami berpandangan harga saham emiten sektor pertambangan sudah mencapai level terendah," ujar Rowena. Jika dihitung dari 2011-2013, saham pertambangan, misalnya sudah terkoreksi 54,9%.

Agus B Yanuar, Presiden Direktur Samuel Aset Management pun berpendapat, kinerja emiten tambang dan perkebunan akan membaik lantaran memiliki pendapatan dalam dollar AS, tetapi beban usahanya dalam rupiah. "Kami berasumsi ekonomi China membaik, sehingga harga komoditas, seperti crude palm oil (CPO) dan batubara akan kembali pulih," ujar dia.

Analis Panin Sekuritas, Purwoko Sartono pun mengatakan, membaiknya ekonomi Amerika Serikat (AS) akan membawa dampak positif untuk mitra dagang mereka, seperti Jepang, China dan Eropa. Ujung-ujungnya, permintaan komoditas berpeluang meningkat dan mengerek harga komoditas.

Agus merekomendasikan sejumlah saham emiten perkebunan di tahun depan. Yakni, saham PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dan PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS). Sedangkan, Purwoko merekomendasikan saham AALI dan PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO).

Sejumlah saham emiten pertambangan pun patut diamati. Misal, saham PT Adaro Energy Tbk (ADRO), PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), PT Bayan Resources Tbk (BYAN) dan PT Vale Indonesia Tbk (INCO).

Secara fundamental, emiten tersebut masih membukukan pertumbuhan pendapatan hingga kuartal III 2013. Menurut Rowena, ini menjadi sinyal bahwa emiten tambang masih mampu bertahan meski tertekan harga barang tambang yang merosot.

Saham-saham emiten properti yang di tahun ini kinerjanya sempat mentereng, tak banyak direkomendasikan analis. Kenaikan suku bunga plus pengetatan kredit properti membuat prospek saham emiten properti kurang menarik. Efeknya sudah terlihat di semester II 2013, harga saham emiten properti longsor. Per 24 Desember 2013, saham-saham emiten properti cuma memberikan gain 1,31%.

Menurut Tjandra, selain terkena imbas kenaikan BI rate, emiten properti juga terpukul kebijakan loan to value (LTV) properti. "Indikator ini sudah terlihat dari keputusan emiten properti yang memangkas target marketing sales," ujar dia.

Wilson Sofan, Kepala Riset Reliance Securities menimpali, sektor properti juga akan tertekan kenaikan harga bahan baku impor akibat rupiah yang terus melemah

Emiten perbankan sebetulnya juga sensitif dengan kenaikan bunga. Tapi, Kepala Riset Universal Broker Indonesia, Satrio Utomo menilai, saham perbankan tetap menjadi penggerak utama bursa di tahun depan. Terlebih, ada potensi penurunan suku bunga acuan di semester II-2014.

Di sektor perbankan, Arief Budiman, Kepala Riset Sucorinvest Central Gani menjagokan saham Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan Bank Mandiri Tbk (BMRI). 

Selain properti, saham lain yang tidak direkomendasikan analis adalah saham emiten yang sensitif dengan pelemahan rupiah. Sebab, fluktuasi rupiah masih akan berlanjut hingga tahun depan. Ini tentu akan memberatkan emiten yang memiliki utang besar dalam bentuk dollar AS.      

 

Plus Minus Setiap Sektor Saham di Tahun Pemilu

Sektor

Plus minus

Bobot pada IHSG (%)*

YTD (%)*

Keuangan

Sentimen positif: Saat ini, rata-rata PER sudah cukup rendah mendekati level tahun 2008.

24,11

-3,69

Sentimen negatif: Kredit diperkirakan melambat karena potensi kenaikan suku bunga. Dan, kenaikan CAR menjadi 10% dari 8%.

 

 

Barang konsumsi

Sentimen positif: Peningkatan konsumsi Pemilu. Sektor ini tergolong difensif

14,86

12,56

Sentimen negatif: Pelemahan rupiah menyebabkan harga bahan baku meningkat.

 

 

Infrastruktur, utilitas & transportasi

Sentimen positif: Proyek pemerintah masih terus akan meningkat.

14,74

0,81

Sentimen negatif: Kenaikan suku bunga dan pelemahan rupiah.

 

 

Perdagangan dan sektor investasi

Sentimen positif: Perhelatan Pemilu meningkatkan kegiatan ekonomi. W

13,49

3,67

Sentimen negatif: Kenaikan suku bunga.

 

 

Aneka industri

Sentimen positif: Program LCGC akan meningkatkan penjualan mobil.

8,72

-12,19

Sentimen negatif: Kenaikan suku bunga sehingga menyebabkan bunga kredit naik.

 

 

Industri dasar dan kimia

Sentimen positif: Pernaikan ekonomi dunia akan melambungkan permintaan produk industri dasar.

8,4

-9,71

Sentimen negatif: Kenaikan suku bunga.

 

 

Pertambangan

Sentimen positif: Harga saham sudah cukup murah. Harga komoditas perlahan mulai menguat.

6,79

-23,37

Sentimen negatif: Permintaan komoditas masih akan fluktuatif.

 

 

Konstruksi dan properti

Sentimen positif: Proyek pemerintah masih terus akan meningkat.

6

1,31

Sentimen negatif: Kenaikan suku bunga dan besaran uang muka. Pelemahan rupiah menyebabkan harga bahan baku melonjak.

 

 

Pertanian dan perkebunan

Sentimen positif: Permintaan CPO tahun 2014 diprediksi akan meningkat. Pelemahan nilai tukar rupiah. Harga saham sektor ini sudah cukup murah

2,89

-2,62

Sentimen negatif: Kenaikan upah buruh dan harga bahan bakar.

 

 

* Per 24 Desember 2013                                                                                                                                                              Sumber: Bloomberg, Wawancara KONTAN

merah biru hijau