JAKARTA. Banjir aturan baru tak cuma mempengaruhi industri perbankan konvensional. Bankir bank syariah memprediksi, berbagai regulasi Bank Indonesia (BI) juga akan menentukan jalannya industri ini sepanjang tahun depan.Imbasnya mulai terasa pada akhir kuartal I dan II tahun 2013 atau menjelang dan awal-awal pemberlakuan finance to value (FTV) untuk pembiayaan perumahan dan kendaraan.
Aturan yang berlaku mulai 1 April 2013 itu meniscayakan terjadinya kenaikan uang muka pinjaman, seperti yang sudah berlangsung di bank umum. BI menetapkan, FTV KPR sebesar 70% untuk akad murabahah atau jual beli.
Artinya, nasabah harus menyediakan uang muka 30% dari harga rumah.
Sedangkan di akad musyarakah mutanaqisah dan ijarah muntahiya bittamlik, nasabah harus membenamkan uang (deposit) sebesar 20% dari harga rumah di bank. Kedua akad ini tidak mengenal uang muka karena menggunakan prinsip sewa-menyewa.
Apapun istilahnya, nasabah tidak lagi mudah memperoleh pembiayaan KPR dan kendaraan dari bank syariah. Padahal, sebelum ada aturan ini, bank syariah menjadi penampung permohonan pembiayaan KPR dan kendaraan yang ditolak di bank umum karena alasan uang muka.
Kepala Divisi Riset Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia (BI), Nasirwan, menjelaskan hingga pekan ketiga November 2012, sebanyak 13,5% dari total pembiayaan bank syariah senilai Rp 138,2 triliun, mengalir ke sektor perumahan dan kendaraan bermotor. "Pembiayaan konsumsi berkontribusi paling besar setelah modal kerja dan investasi," ujarnya, kemarin.
Maka itu BI berharap, pemberlakuan LTV yang setara bank umum dapat memacu kredit produktif bank syariah. Ada indikasi, sejak LTV berlaku di bank umum, bank syariah lebih memilih menggenjot KPR dan KKB karena lebih menguntungkan dan berisiko rendah ketimbang pembiayaan produktif.
Benny Witjaksono, Direktur Utama Bank Mega Syariah, mengakui pihaknya menerima limpahan permohonan pembiayaan cukup besar sejak penerapan LTV di bank umum pada pertengahan 2012 lalu. Lihat saja, pembiayaan kendaraan bermotor yang ditargetkan hanya tumbuh 20% - 30%, realisasinya tumbuh hingga 60%. "Kami belum menghitung koreksi yang mungkin diakibatkan oleh aturan FTV," katanya.
Namun, bank syariah masih bisa mengoptimalkan celah aturan. Akad produk satu dengan yang lain berbeda. "Pembiayaan dan uang muka bisa disesuaikan dengan kemampuan nasabah," tutur Benny.
Imam Teguh Saptono, Direktur Bisnis BNI Syariah, malah optimistis bisnis pembiayaannya tidak akan terlalu terpengaruh ketentuan uang muka. Pertama, bank melayani pembiayaan rumah pertama yang notabene tidak sensitif dengan kenaikan uang muka. Kedua, "Kami menawarkan pembiayaan rumah dengan Tapenas Griya," ucapnya. Produk tabungan ini bisa membantu nasabah yang belum mampu memenuhi ketentuan uang muka.
Semester II menguat
Sebagian bankir syariah yakin, perlambatan bisnis di kuartal I-2013 bersifat temporer. Bank dan nasabah hanya perlu adaptasi dengan aturan-aturan baru. "Penyesuaian pada tiga bulan pertama nanti akan diikuti penguatan bisnis perbankan syariah pada tiga bulan kedua. Kemudian, bertambah cepat pada tiga bulan berikutnya dan realisasi akhir tahun 2013 akan melampaui pencapaian tahun ini," imbuh Adiwarman Karim, Pengamat Perbankan Syariah.
Benny juga menyampaikan optimisme serupa. Menurut dia, sejumlah ketentuan lain justru memberi dampak positif ke industri. Sebut saja, pengembalian dana haji ke perbankan syariah, bakal mendongkrak pendanaan. Regulasi positif lain, murabahah emas dan pengaturan qardh beragun emas. Kebijakan ini memberikan kepastian hukum bagi bank dan kenyamanan nasabah.
Imam juga berpendapat serupa. BNI Syariah mematok pembiayaan tahun depan tumbuh 40%. "Lebih tinggi ketimbang prediksi akhir tahun nanti yang sebanyak 30% - 35%. Per September 2012, realisasinya sudah 23%," katanya.