Aroma bisnis kopi luwak kian mantab

Aroma bisnis kopi luwak kian mantab

LEMBANG. Kopi Indonesia kini tengah naik daun di kancah internasional. Terlebih kopi kelas spesial (premium) atau lebih dikenal dengan sebutan specialty coffee. Salah satu jenis kopi ini adalah kopi luwak.

Kendati berasal dari kotoran hewan, kopi ini disukai dan punya banyak penggemar. Harganya pun terbilang mahal. Permintaan kopi luwak juga terus menunjukkan tren kenaikan.

Tak heran, bila banyak petani kopi semangat menanam kopi kemudian mengolahnya menjadi specialty coffee. Salah satunya adalah Drh. Sugeng Pujiono di Cikole, Lembang, Jawa Barat.

Sugeng sudah sejak lima tahun silam mengembangkan tanaman kopi jenis arabika di lahan seluas 5 hektare (ha) di Lembang. Belakangan, kopi dari perkebunannya diolah menjadi kopi luwak.

Menurut Sugeng, permintaan kopi luwak terus meningkat dari tahun ke tahun. Awal merintis usaha di tahun 2012, kapasitas produksinya masih 20 kilogram (kg) per bulan.

Nah, sekarang kapasitas produksinya sudah mencapai 120 kilogram (kg) per bulan. 

Ia juga telah mengekspor kopi luwaknya ke berbagai negara di kawasan Eropa. Antara lain ke Inggris, Belanda, Perancis, dan Jerman.

Dia juga mengekspor kopi luwak buatannya di kawasan Asia, yang mencakup China, Jepang, Korea, Taiwan, Singapura, dan Malaysia.

Ia rutin ekspor ke Eropa sebanyak 30 kg per bulan, sementara ekspor ke Asia sebanyak 35 kg.

"Untuk pasar Eropa kami jual seharga Rp 9 juta per kilogram, dan pasar Asia Rp 6 juta per kilogram," kata Sugeng.

Sisanya ia jual langsung di rumah produksi Kopi Luwak Cikole di Lembang. Untuk pasar lokal dia mematok harga Rp 3,5 juta per kg.

Aswindra, seorang pengunjung asal Singapura mengaku sudah dua kali datang ke rumah produksi Kopi Luwak Cikole.

Aswindra sangat menyukai kopi luwak di tempat ini karena rasanya yang sangat nikmat. "Selain itu kami juga bisa melihat langsung proses produksi dan foto-foto dengan hewan luwak," ujarnya kepada KONTAN. 

Sugeng membeberkan, kapasitas produksinya saat ini belum bisa memenuhi permintaan pasar ekspor. Dalam sebulan, potensi permintaan di pasar ekspor bisa mencapai 700 kg. 

Kata Sugeng, sebetulnya dia bisa saja menggenjot produksi. "Tapi saya kasihan dengan hewan luwak kami," ujarnya.

Penikmat lokal terus bertambah

Sugeng tak menampik, bila penyuka kopi luwak saat ini didominasi warga asing. Namun, seiring berjalannya waktu, banyak orang Indonesia juga mulai menggemari kopi luwak.

Di tahun 2014, orang Indonesia yang berkunjung ke rumah produksi Kopi Luwak Cikole hanya sekitar 20% dari total pengunjung. Tapi sekarang porsinya sudah 30%. "Jadi pasar dalam negeri akan terus meningkat," ujarnya. 

Menurut Sugeng, hingga saat ini sudah ada pengunjung dari 45 negara yang datang ke rumah produksi Kopi Luwak Cikole.

Lantaran potensi pasarnya besar, Sugeng berencana mengembangkan usaha kopi luwaknya menjadi lebih besar lagi.

Ia berencana membuat kandang lebih besar lagi dengan memberdayakan masyarakat sekitar. Tapi tetap dengan mengedepankan prinsip kesejahteraan hewan.

Untuk pasokan biji kopi, selain dari perkebunan sendiri, ia juga bermitra dengan petani kopi di sekitar Lembang dan Pangalangen.

Khusus di Lembang, perkebunan kopi baru berkembang di tahun 1990-an. Para petani kopi ini meminjam lahan milik Perhutani.

"Tapi baru belakangan ini kopi Lembang mulai dikenal," ujar Sugeng.