Jadi model produksi kopi luwak sesuai animal welfare

Jadi model produksi kopi luwak sesuai animal welfare

LEMBANG. Kopi Luwak Cikole bukan saja sukses membetot perhatian para pecinta kopi. Pengolahan kopi luwak di tempat ini juga berhasil menarik perhatian pemerintah.

Sejak 2013, Kementerian Pertanian menetapkan Kopi Luwak Cikole sebagai pilot model pengembangan kopi luwak di Indonesia berdasarkan prinsip kesejahteraan hewan (animal walfare).

Pemiliknya, Sugeng Pujino yang adalah seorang dokter hewan, memang sangat menaruh perhatian serius terhadap kelestarian hewan luwak yang dipeliharanya. 

Berdasarkan prinsip kesejahteraan hewan, Drh Sugeng memperlakukan hewannya dengan sangat baik. Mulai dari perawatan kandang hingga pemberian pakan, semua dilakukan dengan tujuan agar luwak tetap sehat dan bahagia.

Sugeng membuat ukuran kandang lebar, agar luwak bebas bergerak dan tidak stres.  Masing-masing kandang memiliki ukuran 3x3 meter.

Setiap kandang dilengkapi dengan tangga dari batang pohon dan kotak kecil tertutup tempat luwak "bersembunyi".
Kebersihan kandang juga selalu terjaga karena setiap pagi selalu disiram.

Sugeng juga sangat menjaga asupan nutrisi luwak. Kopi hanya camilan bagi luwak. Makanan sehari-hari binatang malam tersebut adalah pisang, pepaya, daging ayam, belut, telur, susu sapi, dan madu.

Setiap hari, satu ekor luwak menghabiskan 1 kilogram(kg) pisang. Pemberiannya dibagi  0,5 kg pagi dan 0,5  kg sore.
Pemberian pisang ini diselang seling dengan pepaya. Misalnya hari ini pisang, maka besok diberikan pepaya.

Luwak di tempat Sugeng saban hari juga disuguhi asupan susu sapi segar. Sementara daging ayam rebus diberikan seminggu sekali, ditambah telur seminggu dua kali.

Adapun kopi, segar diberikan setiap hari Senin dan Kamis sore. "Jadi kopi ini hanya camilan saja," ujar Sugeng.

Sugeng  memang memanjakan luwak-luwaknya dengan makanan yang cukup dan lingkungan yang nyaman.  Maklum saja, seperti kata Sugeng, luwak yang sehat dan bahagia akan menghasilkan kopi luwak yang berkualitas.

Lantaran ia menangkarkan, Sugeng juga membuat beberapa jenis kandang. Antara lain ada kandang kawin, kandang bunting, kandang pemeliharaan anak, dan kandang isolasi atau karantina.

Kandang karantina ini dikhususkan untuk luwak yang sedang sakit, seperti kurang nafsu makan dan lain-lain.
"Sampai sekarang sudah ada beberapa luwak yang kami lepasliarkan," ujarnya.

Pola pemeliharaan dan pemberian pakan luwak ini dilakukan berdasarkan hasil risetnya selama satu tahun. "Ada proses uji coba yang panjang," jelasnya.

Ada dua jenis hewan yang dipelihara dan ditangkarkan di tempat ini, yakni luwak pandan dan luwak bulan. Tapi mayoritas adalah luwak pandan, karena memang kopi yang dihasilkan luwak jenis ini lebih enak dibandingkan luwak bulan.

"Hanya makannya lebih sedikit dibandingkan luwak bulan," jelas Sugeng. 

Untuk penangkaran, Sugeng memilih luwak betina yang sudah birahi. Cirinya, saat malam hari luwak betina birahi akan mengalurkan suara-suara aneh disertai wangi pandan yang sangat tajam.

Luwak tersebut diambil, lalu dimasukkan ke dalam kandang kawin. Nah, yang susah memilih luwak pejantan. Harus dipilih yang paling wangi dari pejantan lainnya.

Jadi penciuman harus tajam. "Salah ambil, dia nggak mau kawin," ujar Sugeng. 

Dari hasil penangkaran ini, jumlah luwak peliharaan Sugeng kini sudah berjumlah 100 ekor. Bahkan, sudah ada beberapa yang dilepasliarkan ke alam.