Loading
Berburu mujair asap di Desa Penatarsewu, Sidoarjo

Berburu mujair asap di Desa Penatarsewu, Sidoarjo

SIDOARJO. Kepulan asap membubung tinggi ke atas, mengubah warna birunya langit Desa Penatarsewu, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo menjadi terlihat lebih pucat. 

Di kampung asap, Tim Jelajah Ekonomi Kontan bisa melihat kepulan-kepulan asap putih keluar dari setiap cerobong asap dapur rumah-rumah warga yang pagi itu tengah sibuk mengasapi ikan mujairnya. 

Memang Desa Penatarsewu terkenal sebagai pusat produksi mujair asap. Sekitar 90% warganya menggantungkan hidupnya dari hasil penjualan mujair asap.

Berdasarkan cerita beberapa warga setempat yang dihimpun KONTAN, aktivitas pengasapan ikan mujair ini sudah berlangsung sejak tahun 1940-an. Sayang, tidak diketahui siapa tokoh yang memulai usaha ini. 

Ssetelah eksis selama puluhan tahun, usaha ini pun mulai diteruskan oleh para generasi kedua. Contohnya, Sunaryati yang mewarisi usaha pengasapan ikan dari sang ibu sejak 10 tahun lalu. Untuk menjalankan usahanya, dia dibantu satu orang karyawan.

Pengasap ikan mujair lainnya adalah sepasang suami istri Eva dan Aris. Berbeda dari kebanyakan, mereka baru membuka usaha pengasapan sendiri sejak lima tahun lalu.  

Sebelumnya, pekerjaan mereka adalah penangkap kepiting. "Sekarang jualan kepiting sepi tidak seperti mujair yang dimakan orang setiap hari," jelas Eva. 

Habis diserbu konsumen  

Setiap pukul 09.30 WIB dapur Sunarti sudah mulai dipenuhi ember-ember besar berisikan ikan mujair. Sunarti butuh waktu sekitar 3,5 jam untuk mengasapi satu kuintal ikan.

Ikan mujair tersebut diambil dari tambak warga yang berada di belakang area permukiman desa. 

Hasilnya dijual ke beberapa pasar di antaranya Pasar Porong, Pasar Sidoarjo, Pasar Krembung, Pasar Tulangan, Pasar Sedati, dan Pasar Mojosari

Untuk harganya dipatok Rp 55.000 per Kg. "Setiap hari semua ikan asap selalu habis," kata Sunarti pada KONTAN.

Berbeda dengan Eva, perempuan berkulit gelap ini mulai mengasap ikan dari pukul 06.00 WIB sampai 11.00 WIB. Selanjutnya, ikan-ikan tersebut di jual ke Pasar Porong sekitar pukul 23.00 WIB

Sang suami, Aris memilih untuk menjual sendiri ikan-ikan produksinya. Alasannya, agar harga mendapatkan harga jual lebih tinggi dibandingkan dititipkan kepada tengkulak. Setiap kilogram ikannya bisa ia hargai Rp 50.000.  

Kebiasaan masyarakat Sidoarjo yang suka makan ikan membuat semua olahan ikannya ludes terjual. Sayang, dia enggan menyebutkan margin keuntungan yang bisa dikantonginya.