content
ULASAN ARTIKEL

Aturan BI hanya gertak sambal

oleh Dyah Megasari, Astri Karina Bangun, | 07 February 2012
dibaca sebanyak 14310
Aturan BI hanya gertak sambal

JAKARTA. Meski bisnis gadai emas makin menjamur, Bank Indonesia (BI) belum berniat membuat aturan main yang tegas untuk bisnis ini, dalam artian belum tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI). Otoritas perbankan beralasan bisnis gadai emas belum terlalu besar dalam industri syariah. Oleh sebab itu, BI hanya ingin bank mengatur Standar Operasional Procedure (SOP).

Mulya Effendi Siregar, Direktur Direktorat Perbankan Syariah BI mengungkapkan, dalam menetapkan SOP, BI akan berpatokan pada tiga pilar ukuran. Pertama, pembatasan rasio loan to value (LTV) atau rasio nilai barang terhadap utang maksimal 80%. Kedua, portofolio gadai emas tak boleh lebih dari 10% dari total akad qardh. Ketiga, bank harus memastikan tidak ada praktek gadai berulang-ulang.

BI juga meminta bank syariah mematuhi ketentuan lain di bisnis ini. Misalnya, tidak lagi menggunakan brand gadai emas. Pertimbangannya, istilah gadai sudah identik dengan produk Perum Pegadaian. Jika tetap menggunakan nama itu, Perum Pegadaian akan merugi karena nasabah lebih memilih bank yang bisa memberikan marginnya tentu lebih murah.

Mulya khawatir, bank atau unit usaha syariah yang terlalu besar portofolio gadai emasnya bakal kesulitan jika suatu saat harus membayar deposan yang ingin menarik dananya. Mereka akhirnya memiliki dana tidak likuid terlalu banyak karena lebih banyak menerima emas. Sementara, dana masyarakat yang terhimpun telah disalurkan dalam pembiayaan emas. “Ini berbahaya. Potensi risiko mismatch pada manajemen likuiditas bank akan menjadi besar. Siapa deposan yang mau dibayar dengan emas  kalau harganya lagi turun,” tutur Mulya.

Tinggal kita kaji kembali apakah aturan yang ada sudah cukup atau perlu penguatan lebih lanjut.
- Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah -

Sementara itu, Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah menegaskan, BI masih mengkaji aturan baru untuk bank syariah. Pengkajiannya tentang kekuatan manajemen risiko bank-bank, terutama bank syariah termasuk Unit Usaha Syariah (UUS). Ketentuan umum pengelolaan produk sebenarnya sudah ada. “Tinggal kita kaji kembali apakah aturan yang ada sudah cukup atau perlu penguatan lebih lanjut,” tutur Halim. Semula, BI berupaya di akhir 2011 sudah ada aturan yang jelas mengenai skema gadai emas dengan berbagai produk turunannya.

Namun, hingga awal 2012, aturan itu belum kunjung keluar. "Tunggu dulu, BI, industri bank syariah dan DSN akan menggelar pertemuan antara 19-20 Januari. Semoga semua aturan tersebut akan jelas," terang Wakil Ketua Dewan Syariah Nasional  Adiwarman A Karim.

BI sendiri menentukan tenggat penyerahan standard operating procedure (SOP) gadai emas bank syariah September 2011. BI hanya memberikan toleransi 1 bulan keterlambatan penyerahan SOP tersebut yaitu sampai Oktober 2011. Sejumlah pelaku industri pun mengaku telah menyampaikan SOP-nya kepada BI.

Dari 34 bank syariah dan unit usaha syariah yang beroperasi di Indonesia memang hanya ada delapan bank syariah yang menawarkan gadai emas dan produk lain berbasis emas. Mereka adalah PT Bank Syariah Mandiri (BSM), PT BRI Syariah (BRIS), PT BNI Syariah, PT Bank CIMB  Niaga Syariah, PT Bank Mega Syariah (BMS), PT Bank Bukopin Syariah, PT Bank Danamon Syariah, dan PT BJB Syariah.

Celakanya dari hasil evaluasi sejumlah SOP, menurut penilaian Bank Indonesia hanya ada dua bank syariah yang memenuhi ekspektasi. Selebihnya belum sesuai standar yang diinginkan bank sentral. "Mereka harus menyesuaikan SOP lagi," ujar Mulya. Tapi entah kenapa, BI sama sekali  enggan membeberkan nama-nama bank yang belum memenuhi standar tersebut. BI juga tidak melarang bank-bank menjalankan bisnis gadai emas walau tidak memenuhi standard.

Masih banyak yang bandel

Tidak tegasnya bank sentral mengatur bisnis gadai ini, membuat beberapa bank memanfaatkannya dengan tetap bermain di celah peraturan yang ada. "Memang BI sudah mengatur batasan-batasan bisnis itu. Tapi kalau bisa, kami mohon jangan dibatasi karena bank sudah menghitung risikonya. Jadi selama masih bisa digenjot, akan kami genjot," terang Yane Rosiani, Kepala Divisi Funding Bank Jawa Barat Banten Syariah (BJBS).

Pada kenyataannya, ketika Kontan melakukan reportase pada bulan November 2011, hampir semua bank menawarkan pembiayaan gadai 90% dari nilai taksir harga emas. "Tapi, asal tahu saja, nilai taksir tersebut jauh di bawah harga pasar.  Hampir semua bank menerapkan harga taksiran tersebut hanya 80% dari harga pasaran," elak Yane. Ia mengklaim, nasabah memerlukan gimmick yang menarik misalnya dengan melihat nilai pembiayaan yang tinggi.

Apalagi, saat ini bisnis gadai emas antar bank syariah semakin ketat. "Kami harus bisa memberikan pilihan yang menarik," beber Yane. Saat ini, portfolio gadai emas di BJB Syariah hampir 15%.

Bahkan larangan BI yang tidak memperbolehkan gadai yang berlipat-lipat secara terang-terangan masih dilakukan bank. Salah satunya adalah di BRI Syariah yang mengenalkan pada nasabahnya istilah "Berkebun Emas". Memang, karyawan BRI Syariah  tersebut berulang-kali mengingatkan nasabahnya agar berhati-hati jika ingin melakukan investasi ini.

Bisnis gadai emas pun di tangani secara khusus. Berdasarkan pengamatan Kontan, tak sembarang Costumer Services (CS) yang menangani hal ini. Ada beberapa "orang khusus" yang sangat lihai mengenalkan istilah berkebun emas.

Aturan harus dibuat lebih rinci karena fenomena yang berkembang di bank syariah bukanlah gadai emas, melainkan pengadaan emas yang sifatnya spekulasi.
- Kepala Unit Usaha Syariah (UUS) Danamon Syariah, D. Prayudha Moelyo -

BI sebetulnya bisa memperketat aturan dan membuatnya dengan lebih rinci. Menurut Kepala Unit Usaha Syariah (UUS) Danamon Syariah, D. Prayudha Moelyo ada beberapa hal yang harus dibenahi, di antaranya, pembatasan portfolio pembiayaan emas, lamanya tenor gadai, dan rasio loan to value.

“Aturan harus dibuat lebih rinci karena fenomena yang berkembang di bank syariah bukanlah gadai emas, melainkan pengadaan emas yang sifatnya spekulasi. Jika niatnya sudah investasi, hal itu tidak sesuai lagi dengan prinsip gadai syariah,” terang  Prayudha.

Untuk lamanya tenor gadai, Prayudha menilai sebaiknya dibuat maksimal satu tahun. Saat ini, hampir semua bank menetapkan jatuh tempo dalam waktu empat bulan.

Selain itu BI juga seharusnya bisa memperkecil rasio Loan To Value (LTV) atau rasio utang terhadap nilai barang, dari yang saat ini di pasar sebesar 80%-90% menjadi 60%-70%. Keempat, perjalanan akad sesuai dengan ketentuan yaitu sesuai dengan prinsip gadai bukan investasi emas apalagi spekulasi.

Beberapa bank mengaku akan terus membenahi bisnis ini sesuai dengan SOP BI. Bambang Widjanarko Direktur Bisnis BNI Syariah menuturkan mereka sudah membatasi gadai emas tidak lebih dari 20% dari total portofolio pembiayaan. "Kami akan perbesar pembiayaan konsumen dan produktif dibanding gadai emas," terang  Bambang.

Sedangkan BSM menambahkan SOP sendiri untuk mengamankan likuiditasnya. Misalnya, BSM memperbesar penyisihan piutang aktiva produktif (PPAP) setiap kali melakukan gadai emas. "Jadi selain LTV yang kami sisihkan 10%, kami juga mengalokasikan untuk cadangan operasional sebesar 5% dari revenue kita," kata Direktur BSM Hanawijaya. Ia yakin, amunisi tambahan ini bermanfaat sebagai antisipasi jika bisnis emas menurun.

BRIS juga menetapkan cadangan sekitar 30% dari harga emas di pasar.  Sementara Danamon Syariah menetapkan harga taksiran emas sendiri yang lebih rendah dari harga pasar. Harga tersebut belum termasuk LTV yang ditetapkan Danamon sebesar 70%.

pembatasan gadai emas lantaran BI menangkap tendensi penggelembungan (bubble) di produk gadai emas.