content
ULASAN ARTIKEL

Meroket berkat gadai emas

oleh Dyah Megasari | 07 February 2012
dibaca sebanyak 29505
Meroket berkat gadai emas

JAKARTA. Bank syariah di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak tahun 1991. Tapi bisnis bank syariah yang bisa berbentuk badan hukum sendiri maupun unit tambahan dari bank konvensional, tidak pernah bisa menjadi besar menyaingi bank konvensional.

Padahal bank-bank syariah itu berada di Indonesia,  negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Ternyata tidak banyak orang yang berminat mengalihkan kegiatannya ke dalam bank syariah. Selama bertahun-tahun bisnis bank syariah bergerak perlahan, sampai bank syariah mengeluarkan produk gadai syariah.

Produk gadai emas benar-benar menjadi motor penggerak industri bank syariah.  Lihat saja Data Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia. Di tahun 2005 pembiayaan perbankan syariah hanya ada Rp 15,27 triliun terus merayap naik selama 5 tahun sampai mencapai Rp 68,18 triliun di 2010 atau tumbuh rata-rata per tahun sebesar 35%. Tapi begitu memasuki tahun 2011 pembiayaan syariah naik Rp 96,81 triliun per Oktober 2011 atau tumbuh 42% dalam waktu kurang dari satu tahun.

Di antara semua model akad peminjaman bank syariah, akad qard yang lompatannya sungguh luar biasa.  Akad yang dipakai sebagai ikatan kontrak gadai emas, selama tahun 2005-2010 tumbuh rata-rata 100%. Di 2011 untuk data per Oktober 2011 saja, lompatan pembiayaan dengan akad qard mencapai 176% untuk mencapai Rp 13,07 triliun.

Kami ingin melakukan konsolidasi internal dulu untuk pengembangan bisnis gadai emas ke depan.
- Junaidi -

Melihat berbagai inovasi produk-produk gadai emas yang ditawarkan bank syariah, memang tak heran kalau produk-produk bank syariah yang berkaitan dengan emas tumbuh dengan cepat. Selain menerima gadai emas biasa, bank-bank ini juga membuka semacam kredit untuk pembelian emas batangan.   

Lebih canggih lagi ada produk-produk yang  bernama Kebun Emas dan Angsa Emas yang memadukan antara gadai dan “pembelian” emas secara berulang-ulang. Pada Kebun Emas, nasabah datang dengan emas yang dimiliki, kemudian menggadaikannya ke bank, lalu menunggu beberapa waktu sebelum mengulang gadai tersebut. Sementara di Angsa Emas, nasabah datang ke bank dengan membawa uang untuk membeli emas melalui bank kemudian langsung menggadaikannya. Gadai ini pun bisa dilakukan berkali-kali layaknya kebun emas.

Sayangnya bank-bank syariah tidak memisahkan pencatatan akad qardh untuk gadai emas dengan akad qardh untuk pembiayaan lainnya, seperti produk talangan haji, anjak piutang, atau jasa lainnya. Selain itu untuk beberapa transaksi dalam gadai emas, bank-bank syariah juga mempergunakan akad lain selain qardh. Walau sudah menjadi rahasia umum emas membawa pengaruh besar bagi bisnis bank syariah, tanpa catatan jelas siapa pun agak susah menyebutkan dengan pasti seberapa besar pengaruh gadai emas terhadap bisnis bank syariah.

Semua ini terjadi lantaran kebanyakan transaksi yang terjadi di masyarakat bukan lagi transaksi dengan prinsip gadai melainkan investasi emas melalui bank syariah. Banyak pihak sebetulnya mulai was-was melihat risiko bank-bank syariah yang gencar menawarkan produk gadai emas.

Bank Indonesia pun berkali-kali menyentil masalah ini. Melihat situasi yang tidak menguntungkan tiga bank syariah besar akhirnya menyetop sementara bisnis ini. Ketiganya adalah PT Bank Rakyat Indonesia Syariah (BRIS), PT Bank Syariah Mandiri  (BSM) dan PT Bank BNI Syariah.

Asalkan sesuai prinsip dan aturan

Ketika Kontan coba menelusuri, alasan dari ketiganya berbeda-beda. BSM misalnya, bank pelat merah ini masih menerima nasabah lama yang ingin memperpanjang gadai emasnya. “Untuk nasabah lama tidak masalah. Kami masih melayani," kata Rahn Officer BSM Capem Palmerah Junaidi AR, Selasa (3/1).

Tapi untuk nasabah yang baru mau masuk BSM sudah menghentikan gadai emas sejak pertengahan Desember 2011. Menurut Junaidi mereka tidak bisa apa-apa karena belum ada instruksi apa pun dari kantor pusat BSM mengenai kapan layanan gadai emas bisa dibuka kembali."Kami ingin melakukan konsolidasi internal dulu untuk pengembangan bisnis gadai emas ke depan," tutur Junaidi.

Sebelum dihentikan, BSM menerapkan kebijakan penjaminan (loan to value/LTV) sebesar 85% untuk perhiasan emas dan 90% untuk logam mulia yang digadaikan nasabah. Persentase ini memang lebih tinggi dibandingkan SOP yang diimbau BI, yakni 80%.

Tapi anak usaha PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) ini mengklaim, bisnis gadai emasnya selama ini masih dalam koridor ketentuan bank sentral. Salah satu ketentuan regulator tersebut yaitu loan to value (LTV) atau plafon bisnis ini tak boleh lebih dari 10% dari total pembiayaan. Penyaluran gadai emas BSM sampai Desember 2011 mencapai Rp 2,3 triliun. Jika dibandingkan total pembiayaan Rp 43 triliun, pembiayaan sektor ini tak sampai 7,5%.

Kondisi yang sama juga dijumpai di BRI Syariah. Supervisor Gadai, Zulkey menyatakan transaksi gadai emas beserta produk turunannya dihentikan sementara. "Kuota dari BI di bank kami sudah habis. Kami tidak boleh melangkahi ketentuan BI yang mengharamkan pemberian biaya di gadai emas lebih melebihi 10% dari total pembiayaan yang diberikan bank. Nanti segera kami informasikan," janjinya kepada Kontan.

Padahal dalam neraca dan laporan keuangan, gadai emas di BRIS tak bermasalah. Ventje Rahardjo, Direktur Utama BRI Syariah membeberkan, non performing financing (NPF) gadai emas dan  Kepemilikan Logam Mulia (KLM) di level 0%. Per Juli 2011, nilai gadai emas BRIS Rp 1 triliun, naik 28,8% dibandingkan bulan sebelumnya sebesar Rp 776 miliar. Sedangkan outstanding kepemilikan logam mulia mencapai Rp 40 miliar, tumbuh 42% dari posisi Juni.

Paham betul mengenai risiko gadai, selain menerapkan SOP itu, BRIS juga menyiapkan bantalan lain, yakni mencadangkan risiko sebesar 30% dari harga emas di pasar. Ini untuk mengantisipasi jika sewaktu-waktu harga komoditas itu terkoreksi tajam dan memukul bisnis ini. Ventje menegaskan, pola berkebun emas tidak pernah terjadi di bank yang ia pimpin. Selama ini, BRI Syariah hanya memanfaatkan seminar kebun emas untuk memasarkan produk ke masyarakat.

Catatan saja, anak usaha BRI ini termasuk paling getol memasarkan pembiayaan emas. Manajemen bahkan pernah menyewa investor yang sukses berkebun emas untuk ikut mengedukasi masyarakat.

BRI Syariah sendiri mengandalkan dua produk pembiayaan berbasis emas, yakni gadai emas dan pembiayaan KLM atau membeli emas dengan mencicil. Untuk KLM, emas yang dibiayai beratnya mulai 2 gram hingga 50 gram. BRI Syariah memberikan pembiayaan hingga 85% dari harga. "Nasabah hanya perlu membayar 15% uang muka kemudian mereka bisa mencicil selama 2 tahun-3 tahun," terang Ventje.

Di BNI Syariah kondisinya tidak jauh berbeda. Menurut customer service-nya, BNI Syariah menghentikan sementara produk-produk berbasis emas karena adanya gangguan sistem internal perusahaan. Sang customer service ini hanya berjanji akan terus coba memperbaiki gangguan tersebut. Per September 2011 BNI Syariah mencatat pembiayaan gadai emas syariah Rp 680 miliar dan berkurang menjadi Rp 600 miliar di Oktober 2011.

Lain kondisi yang terjadi di Bank CIMB Niaga Syariah, yang hingga saat ini belum menghentikan produk-produk berbasis emasnya. Dengan nama iB X-Tra Emas, Unit Usaha Syariah (UUS) PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) ini berhasil kebanjiran permintaan.

"Kami bersyukur kinerja pembiayaan iB X-Tra Emas CIMB Niaga Syariah terus mengalami peningkatan," ujar Head of Syariah Banking CIMB Niaga, U Saefudin Noer. Berdasarkan data publikasi per September 2011, pembiayaan gadai emas disalurkan year on year (YoY) meningkat 419% dari Rp 6,03 miliar per September 2010 menjadi Rp 31,32 miliar per September 2011.

CIMB Niaga menyatakan tak khawatir dengan harga emas yang fluktuatif, selama menjalankan bisnis sesuai prinsip dan aturan.