kontan.co.id
share

Empat Tahun Rupiah Ditohok Kedigdayaan Dollar AS

Saat ini dollar Singapura juga bisa menjadi koleksi karena lebih unggul dari dollar Australia.



JAKARTA. Dalam empat tahun terakhir, dominasi dollar AS terhadap valuta global, termasuk rupiah, cukup kencang. Sejatinya, kondisi ini bisa menjadi celah bagi para investor untuk mulai berinvestasi di valuta asing (valas).

Senior Research Analyst PT Asia Tradepoint Futures, Andri Hardianto menilai, investasi valas saat ini mulai menunjukkan gairah. Hal itu tergambar dari meningkatnya trading valas di bursa berjangka (derivatif). Salah satu faktornya adalah kondisi pasar global yang berdampak ke pasar saham. Alhasil, valas menjadi instrumen investasi baru bagi para investor. "Saya lihat mulai banyak pelaku pasar saham mulai mempelajari derivatif di valuta asing," ungkap Andri ke KONTAN pada Kamis (18/10).

Ada berbagai keuntungan berinvestasi valas. Misalnya, potensi keuntungan dari pergerakan valuta asing, baik saat melemah dan menguat. "Valuta ini kan pergerakannya 24 jam, dua arah. Baik penguatan dan pelemahan valuta asing bisa membuat keuntungan bagi investor dan pelaku pasar," imbuh Andri.

Pengamat Komoditas sekaligus Direktur Utama Garuda Berjangka, Ibrahim, juga menyebutkan investasi valas saat ini cukup diminati. Kondisi ini terutama setelah perang dagang Amerika Serikat dan China yang membuat mata uang asing melemah dan bergerak fluktuatif. Kondisi ini yang membuat investor mengambil untung.

"Pada saat perang dagang AS-China, indeks dollar menguat. Mata uang yang melawan dollar AS melemah, investor mudah mendapatkan keuntungan. Beda dengan kondisi stabil, perang dagang tidak ada, geopolitik tidak ada, harganya flat artinya investor menunggu keuntungan," kata Ibrahim.

Keuntungan lainnya menurut Andri adalah setoran untuk transaksi valas secara derivatif tidak memerlukan dana yang besar. "Ini salah satu daya tariknya, bisa dilakukan dengan penempatan dana yang cukup kecil," kata Andri.

Dana yang dibutuhkan untuk bertransaksi di valas secara derivatif hanya Rp 1 juta atau US$ 100. Maka investasi valas ini digemari banyak kalangan. "Dulu untuk sekali transaksi perlu Rp 100 juta. Sekarang dengan Rp 1 juta atau US$ 100 bisa bertransaksi, sehingga diminati kalangan muda dan tua," ujar dia.

Dengan isu perang dagang, Andri mengatakan, mengoleksi dollar Singapura bisa cukup menguntungkan. "Dengan sentimen perang dagang, jelas diuntungkan dollar Singapura dibandingkan rupiah karena komoditas belum masuk tren bullish. Saran saya untuk pelaku pasar, dollar Singapura masih lebih unggul dibandingkan valuta asing lainnya di kawasan Asia Pasifik," ungkap Andri.

Bahkan dia menyebutkan dollar Singapura saat ini lebih unggul dibandingkan dollar Australia. "Dollar Australia kurang menarik," imbuh Andri. Ini lantaran kebijakan ekonomi AS yang menetapkan kebijakan moneter berbeda dengan Australia. Bank Sentral AS sudah berencana menaikkan suku bunga pada Desember mendatang. Sementara Australia masih bertahan dengan suku bunga rendah. Ditambah lagi Australia merupakan mitra dagang utama China.





Artikel