kontan.co.id
share

Empat Tahun Kesabaran Investor Diuji

Meski laju IHSG tak selalu mulus sepanjang empat tahun terakhir, kinerja indeks saham masih bisa disebut positif. Sejumlah kebijakan pemerintah mampu menumbuhkan keyakinan pasar. Tapi, awan mendung masih menggelayuti pasar saham.



JAKARTA. Sudah empat tahun Joko Widodo dan Jusuf Kalla bersanding memimpin Indonesia. Selama itu pula investor harus bersabar menghadapi fluktuasi dan volatilitas pasar saham yang tinggi.

   

Investasi di pasar saham domestik memang masih memberi imbal hasil positif. Tapi, hasilnya cenderung kontet.

Periode Oktober 2014-Oktober 2018, akumulasi kenaikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 16,98%. Ini adalah jumlah pertumbuhan IHSG setiap tahun selama empat tahun. Sebagai perbandingan, periode Oktober 2010-Oktober 2014, akumulasi kenaikan IHSG mencapai 35,71%.

Memang, sentimen negatif yang menekan IHSG tidak melulu sentimen lokal. Salah satu sentimen utama yang mempengaruhi IHSG empat tahun terakhir adalah kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve. Setahun terakhir, IHSG juga dihantui sentimen perang dagang.

Terlepas dari itu, mayoritas sektor di Bursa Efek Indonesia (BEI) masih mencetak kinerja positif. Sektor keuangan, industri dasar, pertambangan dan barang konsumer jadi jawara.

Sejumlah saham juga mencetak kinerja moncer, bahkan ada yang melejit lebih dari 1.000%. Misalnya, Barito Pacific (BRPT) dan Indah Kiat Pulp & Papers (INKP), masing-masing naik 1.326% dan 1.275%.

Menurut Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee, secara umum, saham sektor keuangan selalu naik lebih awal saat ekonomi pulih dan gejolak di pasar global berakhir. "Meski pasar loyo karena faktor eksternal, kinerja perbankan akan tetap bagus," kata dia.

Bisnis INKP juga masih menarik, seirama tren naik harga bubur. "Tapi, kenaikan harga saham kertas mungkin tidak lagi sekuat empat tahun terakhir," papar Hans.

Alfred Nainggolan, Kepala Riset Koneksi Kapital Sekuritas, menilai, sektor tambang bisa diandalkan karena harga komoditas masih naik tahun depan. Sektor konstruksi berprospek baik, walau pergerakan harga sahamnya diprediksi tidak setinggi dua tahun terakhir.

Analis Narada Asset Management Kiswoyo Adi Joe melihat, selain perbankan, saham barang konsumer juga masih menarik. Konsumsi diprediksi tetap kuat. Momentum Pemilu 2019 juga bakal mengerek daya beli konsumen.

Kata Kiswoyo, saham LQ45 seperti BRPT dan UNTR masih prospektif ke depan. Kedua emiten tersebut juga memiliki prospek bisnis yang masih cerah.

 

 

 

Makroekonomi membaik

Pencapaian di pasar saham selama empat tahun terakhir, tidak terlepas dari kebijakan pemerintah. Alfred menilai, membaiknya kualitas makroekonomi, meski di tengah tekanan ekonomi global, menumbuhkan optimisme pelaku pasar. Selain menekan inflasi dan menjaga pertumbuhan ekonomi, Indonesia meraih investment grade dari sejumlah lembaga pemeringkat internasional.

Jumlah investor di pasar modal juga bertumbuh, dari 365.000 investor pada 2014 menjadi 1,36 juta investor per Juli 2018. Menurut Hans, pemerintahan Jokowi-JK cukup bersahabat. Sejumlah kebijakan, misalnya terkait konstruksi dan infrastruktur, memberikan efek positif bagi emiten.

Pembatasan impor sejumlah barang dan kewajiban biodiesel B20 cukup bagus efeknya bagi pasar. "Kebijakan ini diharapkan bisa menyeimbangkan neraca dagang," kata William Surya Wijaya, analis Indosurya Bersinar.

Analis Binaartha Sekuritas Nafan Aji menilai, Jokowi-JK termaksud market friendly. Selain gencar membangun infrastruktur, pemerintah mempermudah investor asing masuk ke Indonesia.

Tapi, kata Alfred, kebijakan mempertahankan harga BBM subsidi di tengah kenaikan harga minyak dunia menjadi sentimen negatif. Ini berdampak negatif pada cadangan devisa dan rupiah. Selain itu, implementasi 16 jilid paket kebijakan juga dinilai lemah.





Artikel