Yang berjaya dan lesu di tahun kuda

Yang berjaya dan lesu di tahun kuda

JAKARTA. Pada 2014 ini, pelaku bisnis meramal roda bisnis masih bakal merayap. Tapi, di beberapa sektor masih berpeluang tumbuh cerah. Secara umum, fluktuasi dan tren pelemahan nilai tukar rupiah masih menjadi kekhawatiran pebisnis. Tak hanya itu, sebagian pebisnis percaya roda ekonomi tidak akan berputar kencang saat perhelatan pemilihan umum.

Salah satu sektor yang diprediksi masih bakal moncer di 2014 adalah sektor telekomunikasi seiring per­tumbuhan teknologi informasi dan pertumbuhan jumlah penduduk. Ke­tua Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia (ATSI) Alex Janangkih Si­naga menuturkan, dalam 12 tahun terakhir, bisnis teknologi informasi komunikasi (TIK/ICT) tumbuh pesat. "Di Indonesia, industri ini tumbuh paling tinggi dengan pertumbuhan total 1.333% selama 12 tahun ter­akhir," ujarnya.

Total pasar seluler di Asia tahun 2012 tercatat sebesar US$ 48,6 miliar (Meliputi layanan telepon seluler dan sambungan tetap dan paket data)

Negara Porsi Nilai
Indonesia 30% US$ 14,58 miliar
Malaysia 20% US$ 9,72 miliar
Thailand 17% US$ 8,26 miliar
Singapura 12% US$ 5,83 miliar
Vietnam 11% US$ 5,34 miliar
Philipina 10% UA$ 4,86 miliar
Jumlah 100% US$ 48,6 miliar
Sumber : International Data Corporation (IDC)

Menurut Alex, indus­tri teknologi informasi tetap bertumbuh meski ekonomi Indonesia me­lambat setahun ter­akhir. Bahkan, bila se­bagian pebisnis meng­anggap pemilu menjadi penghambat pertum­buhan bisnisnya, justru di bisnis ICT, pemilu menjadi salah satu pen­dongkrak pertumbuh­an. "Proyeksinya di 2014 bisnis ICT bisa tumbuh sekitar 7%-8% ketimbang tahun ini," katanya.

Optimisme juga da­tang dari sektor riil. Ketua Asosiasi Peng­usaha Ritel Indonesia (Aprindo) Pudjianto bi­lang, industri ritel tahun depan bakal cerah de­ngan dukungan pertum­buhan ritel di Luar Jawa. "Pertum­buhan di Jawa sudah stagnan. Per­kembangan pesat justru datang dari luar Pulau Jawa," ungkapnya.

Berdasarkan riset Nielsen, hingga Oktober 2013, ada 20.000 ritel mo­dern di Indonesia, tumbuh 16% ke­timbang periode yang sama 2012. Angka ini jauh lebih tinggi ketimbang proyeksi Aprindo tahun ini yang se­besar 14%. Nah, "Untuk 2014, kami proyeksikan industri ritel bisa tumbuh sekitar 12%-14%," katanya.

Tapi, prospek ritel yang kinclong harus terganggu pembengkakan bia­ya operasional yang bikin laba terge­rus. "Laba ritel bakal lebih jelek ka­rena tertekan biaya sewa, kenaikan upah minimum pekerja dan ongkos perizinan," ujar Pudjianto.

Omzet Peritel Nasional Periode 2009-2013

Nama Ritel Pendapatan (Rp miliar)
Q3 2013 Q3 2012 2012 2011 2010 2009
Sumber Alfaria Trijaya Tbk 25,116.09 19,834.82 23,366 18,277 14,064 10,555
Matahari Department Store Tbk 5,108.29 4,251 5,617 4,701 4,092 617
Ramayana Lestari Sentosa Tbk 4,700.17 4,523.85 5,700 5,086 4,775 4,310
Matahari Putra Prima Tbk 8,709.38 7,971.31 10,868 8,909 8,545 10,280
Midi Utama Indonesia Tbk 3,621.46 2,796.14 3,872 2,584 1,588 793
Supra Boga Lestari Tbk 955.47 790.61 1,077 218 708 559
Mitra Adiperkasa Tbk 6,918.53 5,441.44 7,585 5,890 4,712 4,112
Hero Tbk 8,917.61 7,830.41 10,510 8,952 7,667 6,653
Sumber : IDX, diolah oleh Biro Riset KONTAN

Lantaran biaya operasional naik, Wakil Ketua Umum Asosiasi Penge­lola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Sugwantono Tanto bilang, pengelola mal sudah mengambil ancang-ancang untuk mengerek tarif sewa sekitar 10%-20% pada 2014. Peritel juga ha­rus membayar service charge lebih mahal karena pembengkakan biaya operasional ini.

Sektor e-commerce sebagai bagian dari sektor ritel juga diramal tumbuh cerah. Hambatan logistik dalam membangun bisnis ritel justru men­dongkrak pertumbuhan belanja on­line. Ketua Umum Asosiasi E-Com­merce Indonesia (Idea), Daniel Tu­miwa menyatakan, tahun 2014 menjadi momentum melesatnya in­dustri e-commerce di Tanah Air. Sa­lah satu pendorongnya, makin ba­nyak pebisnis Usaha Kecil Menengah (UKM) yang memperluas usaha ke online. "Proyeksinya, bisa tumbuh double digit," katanya.

Kendati tak sekencang tahun lalu, sektor elektronik juga yakin mampu tumbuh di atas 10% karena bertam­bahnya konsumen. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel) Alisoebroto bilang, permin­taan produk elektronik di pasar do­mestik masih lumayan bagus. Tapi, pelemahan rupiah dan kenaikan UMP menghambat laju pertumbuhan sektor ini lantaran sebagian kompo­nen elektronik masih impor.

Tahun 2013, sektor elektronik tak mencapai target per­tumbuhan 15%. Makanya, Ali memi­lih target moderat untuk 2014. " Kami khawatir, pelemahan rupiah berlanjut, sehing­ga 2014 ini industri elektronik hanya akan tumbuh 9%-10%," katanya.

Otomotif stagnan

Berbeda dengan sektor lain, indus­tri otomotif tahun depan diprediksi agak stagnan. Ketua I Gabungan In­dustri Kendaraan Bermotor Indone­sia (Gaikindo) Jongkie D. Sugiarto memprediksi, penjualan mobil tahun 2014 hanya akan sama seperti 2013. Sebagai gambaran, hingga Novem­ber 2013, penjualan mobil nasional mencapai 1,13 juta unit, tumbuh 10,26% dari periode yang sama 2012. Angka ini hampir mendekati target tahun ini 1,2 juta unit.

Nah, lantaran depresiasi rupiah masih berlanjut, "Tahun 2014, out­look dari kami sekitar 1,2 juta unit mobil terjual, sama dengan tahun lalu," ungkap Jongkie.

Pertumbuhan yang melambat juga terjadi pada industri sepeda motor. Ketua Asosiasi Industri Sepeda Mo­tor Indonesia (AISI) Gunadi Sindhu­winata bilang, penjualan motor agak tersendat sejak adanya beleid batas minimal uang muka atau Down Pay­ment (DP) kredit. "Tahun 2014 proyeksinya hanya 4%," katanya.

Hingga November 2013, penjualan sepeda motor nasional 7,22 juta unit. AISI memprediksi, hingga akhir 2013 penjualan motor bisa menembus 7,6 juta-7,7 juta unit. Tahun 2014, AISI memproyeksikan penjualan sepeda motor bakal tembus  7,9 juta-8 juta unit.

Penjualan mobil dari tahun ke tahun

Tahun Volume
2014** 1.200.000 unit
2013* 1.132.130 unit
2012 1.116.230 unit
2011 894.164 unit
2010 764.709 unit
2009 486.061 unit
2008 607.805 unit
2007 434.473 unit
Sumber : Gaikindo
*per November 2013
**proyeksi Gaikindo
merah biru hijau